SANGATTA (12/11-2019)
Harapan Riyanti – ibu M Eza alias Erza (7) untuk memenangkan gugatan terhadap Zainuddin – Dokter spesialis mata pada RSU Kudungga, Aisyah – mantan Kadis Kesehatan Kutim, Bahrani – Mantan Direktur RSU Kudungga dan Bupati Kutim, sebesar Rp11,6 M kandas setelah dalil yang ia kemukan, ditolak majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Sangatta.
Humas PN Sangatta, Pungky Andreas Maradona, Selasa (12/11) menerangkan, majelis yang diketahui M Riduansyah dengan anggota ia serta Alfian Wahyu Pratama menilai gugatan Riyanti warga Sangatta Selatan ini tidak terbukti, meski demikian majelis dalam amar vonisnya yang dibacakan tanggal 9 September 2019 lalu menolak eksepsi tergugat dan Bupati Kutim sebagai tergugat. “Majelis dengan pertimbangan hukum yang diperoleh selama persidangan menghukum pengugat membayar biaya pekara sebesar Rp1,2 juta,” terang Andreas Pungky Maradona seraya menambahkan pengugat menyatakan banding.
Seperti diberitakan, Riyanti melalui Eza ke Hamzah Fansyuri, Waluyo Rahayu, dan Sri Yuliati Sarif Pandurata Arifin melayanglan gugatan dengan dugaan kebutaan yang dialami M Eza alias Erza(7) – warga Sangatta Selatan akibat kelalain Dokter Zainuddin sebagai Dokter spesialis mata pada RSU Kudungga.
Kasus dugaan mal praktik yang dialamatkan Riyanti kepada Zainuddin dan berbagai pihak ini, ketika Zainuddin sebagai dokter spesialis mata pada RSU Kudingga yang mengoperasi Eza.
Kepada Suara Kutim.com ketika kasus Eza menjadi viral di media sosial, Bahrani mengungkapkan pada tahun 2013 hasil diagnosa, Eza diketahui menderita Katarak Congenital Totalis (KTC).
Karena mengalami KTC, mata Eza mengalami kekeruhan pada lensa mata yang kemungkinan disebabkan galaktosemia, sindroma kondrodisplasia, rubella kongenital, atau sindroma down. Berdasarkan data, penderita KTC hanya dapat menangkap cahaya tanpa dapat melihat utuh seperti bayi yang lahir sehat dan normal.
“Waktu itu, Eza didiagnosa menderita KTC dikedua matanya, sehingga mengalami kekeruhan dan itu dapat terlihat tanpa bantuan alat khusus karena tampak sebagai warna keputihan pada pupil yang seharusnya berwarna hitam,” terang Bahrani seraya menambahkan Eza saat dibawa ke RSU Kudungga sudah tidak bisa melihat kecuali sinar atau cahaya saja.
Agar Eza bisa melihat benda selain cahaya saja, dilakukan operasi dengan memasang lensa. Namun, sesuai SOP, pemasangan tidak dilakukan bersamaan tetapi bertahap dengan jarak waktu cukup lama.
Sayangnya, pada saat dilakukan pemasangan lensa di mata kiri, diketahui lensa di mata kanan mengalami perubahan yang diduga akibat terkena gesekan tangan. Sehingga akan dilakukan operasi ulang untuk membetulkan lensa yang miring. “Sudah dijadwalkan lima hari setelah pemasangan lensa kiri, namun orang tua Eza baru datang 15 hari kemudian ketika Eza dalam keadaan kurang sehat sehingga tidak bisa dilakukan operasi ulang,” sebut Bahrani seraya menambahkan Eza oleh keluarganya selalu dibawa terlambat saat melakukan kontrol dan pengobatan.
Setelah mata kanan, Eza mengalami pembengkakan, dokter Zainuddin sebagai dokter yang menangani Eza merujuk agar Eza dibawa ke RS yang punya peralatan lebih lengkap.
Ditegaskan, prosedur yang dilakukan RSU Kudungga sudah sesuai SOP namun disayangkan dukungan orang tua minim. Iapun melihat tidak ada malpraktik, terlebih IDI Kaltim melalui Arie – seorang dokter spesialis mata ternama di Samarinda menyatakan tidak ada kesalahan apapun. “Kasus mata Eza itu diadukan ke Polres Kutim, hasilnya nggak ada kesalahan karena yang menyatakan itu tenaga ahli yang diminta Polres Kutim yakni IDI Kaltim bukan IDI Kutim,” tandas Bahrani.
Ditegaskan Bahrani, operasi Erza, bukan mengoperasi orang melihat namun mengoperasi orang buta dengan harapan agar bisa diperbaiki agar melihat. “Ternyata, hasilnya tidak sesuai dengan harapan, karena tetap buta,” katanya seraya menambahkan yang dialami Reza karena buta bawaan yang kemungkinan sembuh total memang kecil sekali.(SK11)