SUARAKUTIM.COM; SANGATTA — Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kutai Timur, Aji Wijaya Effendi menyebutkan jika pemerintah Kutim dengan menggandeng berbagai lembaga swasta serta pemerintah provinsi dan pusat, sejak tahun 2016 sudah menggagas pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Lahan Basah Mesangat-Suwi (KEE LBMS), meski payung hukum menjadi salah satu dari banyak kendala yang dihadapi Forum Pengelolaan KEE LBMS.
“Hingga saat ini yang menjadi kendala kita dan menjaga ekosistem lahan basah Mesangat-Suwi ini adalah belum adanya payung hukum yang melindungi dan mengaturnya, minimal adanya Peraturan Menteri (Permen) terkait Kawasan Ekosistem Esensial Lahan Basah Mesangat-Suwi atau KEE LBMS ini. Namun kita tetap eksen dengan menggandeng BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang lingkungan hidup serta perguruan tinggi, termasuk pemerintah dan dunia usaha yang peduli terhadap keberadaan dan kelestarian lahan basah Mesangat-Suwi ini”, ujarnya.
Lahan basah Mesangat-Suwi dengan luasan 13,577 hektar memiliki sejumlah kekayaan keanekaragaman hayati. Mulai dari habitat buaya badas hitam atau atau buaya siam (Crocodylus siamensis) dan buaya supit Tomistoma schiegelil) yang saat ini terancam punah, juga merupakan habitat primata endemik Kalimantan yakni Bekantan (Nasalis larvatus), dan masih banyak endemik lainnya.
“Berawal komitmen untuk mengamankan keberadaan habitat buaya badas hitam atau buaya siam serta buaya supit yang saat ini sudah terancam punah, kemudian forum ini terus konsen terhadap upaya pelestarian sejumlah habitat hewan endemik Kalimantan lainnya yang ada di kawasan lahan basah Mesangat-Suwi, seperti Bekantan, Biuku atau kura-kura air tawar dan aneka hayati lainnya”, sebutnya.
Lanjut Wijaya, penebangan dan kebakaran yang terjadi pada masa lalu menyisakan penggalan-penggalan hutan rawa air tawar, belukar dan padang rumput. Vegetasi terapung pada area rawa terbuka sering disebut ‘kumpai’ dalam bahasa lokal, menjadi tempat bersarang bagi buaya badas hitam. Sementara vegetasi riparian merupakan habitat bagi bekantan, banyak jenis burung dan satwa lainnya. Pada saat musim hujan, lahan basah ini menampung limpasan air Sungai Kelinjau dan Sungai Kedang Kepala, sehingga lahan basah ini jauh menjadi lebih luas. Fungsi ini sangat penting sebagai pengendalian banjir di area hilir.
“Saat ini kekeringan lahan basah yang semakin sering terjadi, pendangkalan, ekspansi gulma air dan kebakaran merupakan ancaman yang menyebabkan rusaknya ekosistem lahan basah dan menurunkan fungsi pentingnya sebagai habitat hidupan liar, sumber ikan dan mata pencaharian nelayan, serta fungsi lahan basah sebagai embung alami dan pengendali banjir. Lahan basah perlu pulihan hidrologi maupun penghijauan vegetasinya”, tutup Wijaya.(Redaksi)