SUARAKUTIM.COM, SANGATTA – Finalisasi naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perkebunan Berkelanjutan yang dilaksanakan oleh Dinas Perkebunan (Dishub) Kutai Timur dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD), Selasa (30/7/2024) lalu di Hotel Royal Victoria Sangatta, mendapatkan apresiasi positif dari anggota DPRD Kutai Timur, Jimmi.
Jimmi menyebutkan langkah Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutim ini sangat penting bagi masa depan sektor perkebunan di Kabupaten Kutai Timur. Menurutnya, finalisasi Ranperda ini akan memberikan kepastian hukum bagi para investor yang ingin berinvestasi di Kutai Timur.
“Dengan adanya kepastian hukum, kita bisa menarik lebih banyak investor yang tentunya akan membawa manfaat bagi ekonomi daerah,” ujar Jimmi saat ditemui di Gedung DPRD Kutim, belum lama ini.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa sub sektor perkebunan dan pengolahan hasil kebun menyumbang 5,9% dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kutai Timur tahun 2022, menjadikannya sektor terbesar kedua setelah pertambangan. Kelapa sawit menjadi komoditas utama yang berkontribusi paling besar dalam sektor ini.
“Perkebunan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang penting untuk menopang kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kabupaten Kutai Timur merupakan kabupaten terluas yang dibebani izin usaha perkebunan dan Hak Guna Usaha di Kalimantan Timur,” kata Jimmi.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perkebunan Kutai Timur, Sumarjana menekankan pentingnya sektor perkebunan bagi Kabupaten Kutai Timur.
“Perkebunan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang penting untuk menopang kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kabupaten Kutai Timur merupakan kabupaten terluas yang dibebani izin usaha perkebunan dan Hak Guna Usaha di Kalimantan Timur,” ungkapnya.
Namun, Sumarjana juga mengakui bahwa sektor perkebunan tidak lepas dari berbagai tantangan dan permasalahan, baik sosial, ekonomi, maupun lingkungan hidup.
“Permasalahan utama dalam perluasan kawasan perkebunan berhubungan dengan deforestasi, emisi gas rumah kaca (GRK), menurunnya produktivitas komoditas, serta konflik lahan dan sosial terkait perkebunan. Oleh karena itu, sinergi antar kepentingan sangat perlu dilakukan untuk merencanakan dan mengelola perkebunan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan berbagai aspek agar berkelanjutan,” tambahnya.
Secara kebijakan, keberlanjutan usaha perkebunan telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. Di Provinsi Kalimantan Timur, telah terbit Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan.
Dinas Perkebunan Kabupaten Kutai Timur, didukung oleh GIZ dan USAID SEGAR, telah menyusun revisi terbaru Naskah Akademik dan Raperda tentang Perkebunan Berkelanjutan sejak tahun 2021. Proses finalisasi dokumen ini dilakukan untuk mengharmonisasikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil akhir dari diskusi ini diharapkan dapat segera diserahkan ke Bagian Hukum untuk proses legislasi dan penetapan sebagai peraturan daerah.
FGD ini juga menyepakati rencana tindak lanjut penyelesaian Ranperda guna pengajuan ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda). “Kita berharap, dengan adanya peraturan yang lebih komprehensif, sektor perkebunan di Kutai Timur bisa berkembang lebih baik dan berkelanjutan,” tutup Sumarjana.(Red-SK/ADV)