SANGATTA (14/8-2018)
Data bakal caleg (Bacaleg) yang telah dipublikasikan, diakui Ketua Panwas Kutim Andi Yusri mengaku kesulitan mengakses data Bacaleg, karena belum mendapat data dari KPU namun ia menyatakan masyarakat bisa melaporkan ke Panwaslu terkait masalah Caleg yang sudah diumumkan KPU dalam bentuk Daftar Calon Sementara (DCS)
“Panwas kesulitan mengakses data Bacaleg. Karena itu, kami hanya di kantor menunggu pengaduan dari masyarakat,” kata Katua Panwas Kutim Andi Yusri, yang dihubungi wartawan lewat HP, saat ditanya terkait lolosnya sejumlah TK2D, Aparat Desa dan PNS.
Terkait adanya aparat pemerintah yang menjadi calon anggota DPRD Kutim, ia mengakui harus dicermati mendalam sesuai ketentuan UU ASN dan Pemilu 2019 yang ditindaklanjuti dengan PKPU.
Terkait masalah PNS yang masuk bacaleg, Andi mengatakan saat pendaftaran, yang wajib dilampirkan adalah bukti pengunduran diri. Setelah penetapan bakal caleg, maka sudah harus ada SK pemberhentian. “Jadi kita tunggu saja, kalau sudah penetapan, maka harus ada SK pemberhentian yang wajib disampaikan sehari sebelum penetapan DCT,” katanya.
Namun yang menjadi pertanyaan publik, ujar Andi Yusri seorang PNS menjadi Caleg diawali dengan menjadi anggota Partai Politik (Parpol) sehingga mendapat Kartu Tanda Anggota (KTA). Namun, terhadap PNS atau aparat pemerintah masuk Parpol bukan menjadi ranah Panwas namun ranah pemerintah yakni adanya pelanggaran UU ASN. “Seorang PNS atau pegawai pemerintah yang menjadi anggota Parpol yang dilanggar belum masuk UU Pemilu, tetapi UU ASN karenanya yang menegur atau memberikan sangksi adalah atasannya,” beber Andi Yusri.
Berdasarkan DCS yang diumumkan KPU, saat ini diketahui Drs Mugeni yang masih menjabat Asisten Pemkesra Setkab Kutim menjadi Caleg Partai Golkar Wilayah Kutim 3 yang membawahi 8 kecamatan.
Persoalan Mugeni menjadi Caleg DPRD Kutim ini menjadi pembicaraan berbagai kalangan bahkan Sekda Irawansyah mengaku belum pernah menerima surat pengunduran diri sebagai PNS dan pekabat Pemkab Kutim semenjak Mugeni masuk sebagai anggota Partai Golkar.
“Acuanya jelas yakni Pasal 9 ayat 2 UU ASN yang berbunyi ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik, sebelumnya ada dalam PP Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil Menjadi Anggota Partai Politik yang tiada lain pelaksana dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian,” beber Irawansyah. (SK2/SK11)