GEMPA BUMI bagi warga Sulteng bukan barang baru, mereka bahkan mengaku sudah terbiasa dengan guncangan bumi yang datangnya tiba-tiba. Namun, gempa yang terjadi penghujung bulan September lalu, bagi mereka merupakan gempa paling mengenaskan dan menyedihkan.
Kesedihan tidak saja dirasakan warga yang kehilangan orang-orang yang dicintainya, tetapi warga yang tak mengalami apapun kecuali getaran akibat gempa bumi. Ramli (45) seorang pria ketika ditemui Suara Kutim.com, Sabtu (3/11) subuh mengaku sedih karena begitu banyaknya warga Palu yang menjadi korban. “Sungguh ini kejadian yang luar biasa, saya yang tak mengalami apapun sempat terguncang melihat keadaan kota yang rusak parah, mayat bergelimpangan dimana-mana terutama di Pantai Talise,” ungkapnya.
Sambil menyusuri jalan Kimaja Palu tak jauih dari Hotel Ovi, Ramli bercerita banyak termasuk keramaian di Jalan Kimaja yang merupakan salah satu jalan protokol di Palu. Dinginnya udara Palu, semakin membuat Ramli sedih. “Sebelum gempa bumi, keramaian Jalan Kimaja luar biasa terlebih di hari libur, namun kenyataannya usai shalat subuh yang lewat bisa hitung jari,” ungkapnya.
Menurut pria yang keseharian sebagai tukang ojek, meski sudah sebulan berlalu, warga Palu benar-benar terpukul. Ia mengaku, kehidupan mereka hampir lumpuh bahkan nayaris frustasi. Namun sebagai ummat Islam, ia selalu berusaha mengajak warga lainnya untuk tabah dan sabar serta mengambil hikmah dibalik ujian yang diberikan Allah SWT.
Sambil mencari sarapan pagi, perjalanan menyusuri Jalan Kimaja dengan Ramli benar-benar membuat saya sedih, bagaimana tidak ia menceritakan keadaan temannya yang kehilangan anggota keluarga, harta benda dan kerabat lainnya.
Setelah itu, terjadi aksi penjarahan yang benar-benar menakutkan bagi siapapun terlebih bagi warga yang selamat dari bencana. “Semua kacau, karenanya semua tokoh agama selalu mengingatkan warga untuk sabar dan ihlas dengan apa yang terjadi, ini hanya kiamat kecil,” kata Ramli.
Perjalanan kami berduapun terhenti di muara gang, dimana pada pintu gerbang gang banyak terpasang pengumuman warga yang mengumumkan anggotanya hilang. Tanpa terasa airmatapun mengalir di pipi ketika melihat sederetan gambar-gambar bocah tanpa dosa yang dinyatakan hilang ketika gempa bumi dan tsunami yang disertai likuefaksi terjadi.
Menatap gambar-gambar bocah yang tampak tersenyum saat bersama kedua orang tuanya, Ramli juga ikut menangis. “Ini anak teman saya, ini anak pertama mereka,” kata Ramli seraya menunjuk sebuah pengumuman yang tertempel pada Gerbang Gang.(Syafranuddin)