MELAKSANAKAN IBADAH HAJI sudah diisyaratkan harus mampu, kata mampu disini harus diartikan luas yakni mampu membayar biaya perjalanannya seperti sekarang membayar Ongkos Naik Haji (ONH) serta mampu dalam kekuatan untuk melaksanakan tahap demi tahap pelaksanaan ibadah.
Tak heran, setiap pemberangkatan jamaah seperti akan terjadi perpisahan selama-lamanya, karenanya baik yang berangkat maupun yang tinggal selalu menanggis haru, meski perjalanan haji sekarang lebih singkat karena menggunakan pesawat udara berbeda dengan beberapa puluh tahun lalu hanya dengan kapal. Kondisi sekarang, semakin mudah karena sarana komunikasi lancar dan murah, sehingga kabar keadaan keluarga baik di tanah air maupun di tanah suci dengan cepat diketahui.
Secara teori, melaksanakan ibadah haji mudah bahkan seperti tour biasa ke beberapa negara, namun setelah dilaksanakan tentunya jauh berbeda. Kesiapan mental dan fisik, ternyata jauh lebih berat ketimbang ketersediaan uang.
Dalam Al-Qur’an disebutkan “Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengenderai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.”
Tidak heran, menunaikan ibadah haji membutuhkan persyaratan yang melebihi dari persyaratan pelaksanaan ritual keagamaan lainnya.
Dalam ayat tersebut disebutkan “menunggangi unta kurus” yang ditafsirkan oleh sebagian ulama sebagai tanda betapa susahnya perjalanan haji.
Karenanya banyak orang kaya belum mau naik haji, tapi ada orang yang secara kasat mata tidak mampu justru mampu melaksanakan ibadah haji. Ibadah haji hakekatnya adalah wujud dari kesempurnaan seseorang melaksanakan ibadah ritual keagamaannya dan kesempurnaan imannya. Harapan seorang melaksanakan haji yakni kelak bisa masuk ke surga jannatul naimlah yakni “hadiah” Allah SWT bagi ummat Islam yang menjadi haji mabrur.
Agar ibadah haji tidak sia-sia, tentu setiap orang benar-benar mempersiapkan dirinya secara matang. Persiapan itu mulai dari keluarga sampai perbekalan yang dibawa, karena semuanya mempunyai mata rantai tidak terpisahkan.
Menuju tanah suci sebenarnya tidak perlu membawa bekal banyak, apalagi berat koper sampai lebih 20 kg. Pengalaman ini kerap terjadi, bahkan ketika diperiksa berbagai macam barang ada seperti pisau, paku, korek api, sambal. Belum lagi, koper diikat model jaring laba-laba, sehingga ketika diminta dibuka jadi repot akibatnya waktu yang diperlukan jadi banyak.
Agar perjalanan lebih ringkas dan aman serta tak berisko, sebaiknya yang dibawa benar-benar keperluan selama beribadah. Seperti diketahui, pemerintah menyediakan 1 koper, kemudian travel bag (koper kecil,red) serta tas saku.
Pada koper, jamaah pria hendaknya cukup diisi 2 lembar potong celana haji, 4 lembar kaos haji yang ada sakunya di dada, kain ihram 1 pasang, sarung 1 lembar serta celana pendek haji serta 6 potong celana dalam. Sedangkan wanita, tidak jauh berbeda hanya saja ada beberapa keperluan khusus wanita yang perlu menjadi perhatian, namun segala kebutuhan kita sebenarnya kini sudah tersedia di toko-toko yang buka hampir 24 jam kecuali saat shalat.
Kemudian pada tas kecil, isinya berupa handuk kecil, pasta kecil, sikat gigi, sabun ukuran kecil, 1 celana panjang,1 baju kemeja atau kaos, pasalnya selama perjalanan pulang dan pergi jamaah mengenakan seragam. Jika termasuk dalam gelombang II, sebaiknya kain ihram dimasukan pada tas kecil.
Dengan isi koper yang simple itu, tentu memudahkan melaksanakan perjalanan haji selain itu setiap koper beri tanda dan nama yang jelas. Selain itu, tidak perlu diikat seperti laba-laba cukup digembok. Terpenting, selama melaksanakan ibadah haji hendaknya tidak perlu mengenakan perhiasan berlebihan, demikian pula barang-barang bermerk seperti jam tangan, cukup yang biasa saja karena jika sampai hilang atau terjatuh tidak menggusarkan hati yang kadangkala membuat pelaksanaan ibadah terganggu. (Syafranuddin/bersambung)