Samarinda – Menjelang Hari Raya Idul Adha, umat Islam di seluruh Indonesia bersiap menjalankan salah satu ibadah penting dalam syariat Islam, yakni menyembelih hewan kurban. Di balik semangat spiritual dan sosial dari ibadah ini, terdapat sejumlah aspek hukum yang perlu dipahami agar pelaksanaannya berjalan sesuai aturan dan tidak menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Hal ini disampaikan oleh Muhammad Iqbal, SH., MH., seorang advokat dan konsultan hukum yang juga Managing Partner di Miq Law Firm. Menurutnya, pelaksanaan kurban tidak hanya diatur oleh norma agama, tetapi juga bersentuhan dengan hukum positif Indonesia.
“Banyak masyarakat belum menyadari bahwa pemotongan hewan kurban, apalagi jika dilakukan secara massal atau melalui lembaga, memiliki aturan hukum tertentu. Jika tidak diperhatikan, bisa berisiko melanggar ketentuan tentang kesehatan hewan, perlindungan konsumen, hingga ketertiban umum,” jelas Iqbal saat diwawancarai di Samarinda, Jumat (25/5).
Berikut ini sejumlah poin penting mengenai aspek hukum ibadah kurban yang perlu diketahui oleh masyarakat:
- Tempat Pemotongan Hewan Harus Memenuhi Standar
Iqbal menjelaskan bahwa pemotongan hewan kurban idealnya dilakukan di Rumah Potong Hewan (RPH) atau tempat yang memenuhi standar kesehatan masyarakat. Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 114 Tahun 2014 tentang Pemotongan Hewan Kurban.
Namun, di banyak tempat, terutama di kawasan permukiman padat, pemotongan masih dilakukan di halaman masjid, pekarangan rumah, atau pinggir jalan. Menurut Iqbal, hal ini sah secara agama, namun tetap harus memperhatikan aspek kebersihan dan tidak boleh mengganggu ketertiban lingkungan.
“Pemerintah daerah biasanya mengatur lokasi mana yang diperbolehkan untuk pemotongan. Jika masyarakat ingin memotong sendiri di lingkungan sekitar, sebaiknya berkoordinasi dengan RT/RW atau kelurahan untuk memastikan izin dan protokolnya,” tegasnya.
- Kesehatan Hewan Kurban Harus Terjamin
Dalam konteks hukum nasional, pelaksanaan kurban wajib memperhatikan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Salah satu syarat utama adalah bahwa hewan yang disembelih harus sehat dan bebas dari penyakit menular.
Setiap hewan yang akan dikurbankan sebaiknya dilengkapi dengan Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang dikeluarkan oleh dinas peternakan atau otoritas berwenang di daerah.
“Ini penting terutama saat terjadi wabah penyakit hewan seperti PMK (Penyakit Mulut dan Kuku). Jangan sampai ibadah kurban justru menimbulkan risiko kesehatan bagi masyarakat,” ujar Iqbal.
- Distribusi Daging Kurban dan Aspek Lembaga
Bagi masyarakat yang menyalurkan hewan kurbannya melalui lembaga atau yayasan, perlu memastikan bahwa lembaga tersebut memiliki legalitas yang sah. Lembaga sosial atau yayasan yang mengelola kurban harus tunduk pada ketentuan hukum organisasi non-profit, termasuk pencatatan dana dan pelaporan kegiatan.
Iqbal menyebutkan bahwa dalam pelaksanaannya, lembaga pengelola tidak diperbolehkan mengambil keuntungan pribadi dari dana kurban. Biaya operasional pun harus transparan dan tidak memberatkan pekurban.
“Jika kurban disalurkan melalui lembaga yang tidak jelas status hukumnya, bisa berisiko. Selain ibadahnya menjadi tidak tenang, juga berpotensi terjadi penyelewengan yang sulit dipertanggungjawabkan,” paparnya.
- Pajak dan Donasi Kurban
Ada pula aspek perpajakan yang mungkin belum banyak diketahui. Berdasarkan Peraturan Dirjen Pajak PER-11/PJ/2016, donasi untuk kegiatan keagamaan termasuk kurban, bisa dikecualikan dari objek pajak, asalkan dilakukan melalui lembaga resmi dan dicatat secara administratif.
Ini menjadi penting bagi donatur individu maupun perusahaan yang menyalurkan kurban dalam skala besar. Adanya dokumen dan bukti serah terima akan mempermudah pencatatan keuangan dan pelaporan pajak.
- Perlindungan Konsumen Bagi Pekurban
Seiring berkembangnya teknologi dan platform digital, semakin banyak masyarakat yang berkurban melalui jasa kurban online. Meski memudahkan, hal ini juga menimbulkan tantangan tersendiri dari sisi perlindungan konsumen.
Iqbal menegaskan bahwa masyarakat berhak memperoleh informasi yang jelas mengenai jenis hewan, kondisi kesehatan, lokasi pemotongan, dan bukti dokumentasi.
“Jika merasa dirugikan, misalnya hewan tidak sesuai spesifikasi, bukti penyembelihan tidak diberikan, atau harga tidak wajar, maka pekurban dapat mengajukan pengaduan berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,” ujar Iqbal.
- Hati-Hati Kekerasan terhadap Hewan
Meski konteksnya adalah ibadah, namun tata cara penyembelihan harus tetap memperhatikan etika dan tidak menyiksa hewan. Jika ada praktik penyembelihan yang sadis, menyiksa, atau tidak sesuai prosedur, bisa masuk ke ranah pidana.
Pasal 302 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa kekerasan terhadap hewan dengan cara yang kejam dapat dikenakan sanksi pidana.
- Imbauan kepada Pemerintah dan Masyarakat
Dalam penutup pernyataannya, Iqbal mengimbau kepada pemerintah daerah untuk aktif melakukan sosialisasi mengenai ketentuan hukum terkait pelaksanaan kurban, termasuk memberikan fasilitas pemotongan yang higienis dan edukasi kepada panitia kurban.
Sementara itu, masyarakat juga diharapkan dapat lebih teliti dalam menjalankan ibadah kurban. Tidak hanya mengikuti syariat agama, tetapi juga memastikan semua proses berjalan sesuai aturan hukum.
“Ibadah yang sah dan berkah itu tidak hanya dari niat baik, tapi juga dari pelaksanaan yang tertib dan bertanggung jawab. Di sinilah pentingnya memahami aspek hukum dari setiap kegiatan keagamaan, termasuk kurban,” tutup Iqbal.