MASIH berlangsungnya praktik prostitusi di Kutai Timur pasca penutupan seluruh lokalisasi prostitusi di Kaltim, sejak 1 Juni lalu oleh Gubernur Kaltim, menurut Herlang Mapatitti – anggota DPRD Kutim, pemkab perlu menyikapi dengan bijak.
Menurutnya, negara memiliki kewajiban dalam upaya penyelamatan anak bangsa tanpa perlu memandang latar belakang dan profesi mereka termasuk pelacur atau Pekerja Seks Komersial (PSK) yang umumnya bukan warga asli Kutai Timur. “Undang-undang sudah mengatur untuk melindungi seluruh warga negara,” tandas politisi Hanura ini.
Ia mengakui secara aturan bahwa praktik prostitusi harus ditutup, namun pemerintah tetap harus memikirkan secara manusiawi dan sosialnya. “Tidak boleh melupakan hal tersebut karena alasan para wanita ini hingga terjerumus ke dunia prostitusi adalah karena faktor ekonomi. Karenanya, negara harus hadir untuk memberi dan memikirkan langkah-langkah bagaimana kelanjutan nasib dan masa depan mereka yang sudah meninggalkan dunia prostitusi tersebut,” ujar Herlang seraya menambahkan fungsi DPRD dan Pemerintah Daerah (Pemda) harus ada.
Herlang membenarkan, dalam aturan tidak ada kewajiban pemerintah memberikan kompensasi bagi PSK yang lokalisasinya ditutup, namun ia menyatakan masih ada cara lain agar nasib mucikari dan PSK kedepan masih terjamin seperti melalui pembinaan di panti sosial.
Sebagai wakil rakyat, Herlang menaruh harapan Pemkab Kutim mengalokasikan pembangunan panti sosial. “Adanya panti sosial buka hanya mantan PSK saja yang bisa diberikan pembekalan keterampilan yang akan berguna sebagai mata pencaharian mereka setelah tidak lagi menjadi pelacur, namun juga termasuk pembinaan terhadap anak-anak jalanan, pengemis dan korban masalah sosial lainnya,” bebernya.(ADV74-DPRD Kutim)