SANGATTA,Suara Kutim.com
Warga Dayak Wehea Kecamatan Muara Wahau menolak hutan adat mereka dieksploitasi untuk kegiatan usaha baik kehutanan, tanaman industri, perkebunan serta pertambangan. Dalam keterangannya kepada Suara Kutim.com Ketua Dewan Adat Wehea Tleang Lung bersama Ledjie Be, diungkapkan segala usaha yang dilakukan di atas areal hutan adat, tidak memberikan kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat.
Dalam pernyataan yang disampaikan ke sejumlah media cetak, keduanya menegaskan warga Dayak Wehea sekarang ini menanti ketegasan pemerintah terhadap pengakuan akan hutan dan masyarakat Dayak Wehea serta hak ulayat sebagai entitas masyarakat adat. “Kami minta segala bentuk ijin untuk segala jenis usaha yang dapat merusak hutan adat, budaya dan lingkungan hidup dibatalkan dan tidak ada,” ujar Tleang Lung.
Dikatakan, sejak tahun 1972 kawasan Hutan Adat Wehea telah dijarah baik untuk usaha perkayuan, perkebunan kelapa sawit, pertambangan emas dan batubara . Menurut mereka, jika terus dibiarkan akan berakibat terhadap sumber kehidupan masyarakat. “Kami masyarakat Adat Wehea selama ini terus berupaya menjaga dan melestarikan sehingga memperoleh pengakuan baik secara nasional maupun internasional diantaranya penghargaan Sconer Prize di Vancouver Canada pada tahun 2008 lalu termasuk Kalpataru pada tahun 2009,” sebut Tleang Be.
Agar Hutan Wehea terjamin dan bebas dari eksploitasi, sebanyak 23 orang warga Dayak Wehea rencananya dalam pekan ini akan ke Jakarta untuk menemui Komisi HAM, Ombudsman, Ketua Fraksi PDI Perjaungan dan Nasdem di DPR-RI serta Menteri LH dan Kehutanan. “Kami minta apapun usaha yang akan dilakukan di Hutan Wehea dihentikan, termasuk Ijin Usaha Pertambangan yang ada dicabut,” timpal Ledjie Be.(SK-07)