SANGATTA, Suara Kutim.com (4/8)
Serangan buaya muara terhadap manusia dilihat BLH Kutim sebagai bentuk “pembalasan” binatang berdarah dingin karena habitatnya dirusak. Penilaian Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kutim, masyarakat dalam berusaha tidak lagi memperhatikan habitat buaya muara.
Bahkan BLH Kutim menilai perkebunan sawit juga ikut telah menyerobot habitat tempat buaya bersarang.”Sangat disesalkan jika benar habitat buaya dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab,”ujar Kepala BLH Encek Rijal Rafiddin didampingi Kepala Bidang Kerusakan dan Konservasi Sumber Daya Alam Budi Susanto, Senin (3/8).
Kepada wartawan, ia menyebutkan dalam aturan aktifitas apapun termasuk perusahaan dilarang melakukan pengrusakan diareal bibir sungai maupun laut apalagi dengan sengaja.
Disebutkan, kawasan pantai yang bisa digarap minimal 130 meter dari batas pasang surut air. Sedangkan sungai, berjark antara 10 hingga 20 meter dari bibir sungai. Kenyataannya, banyakj pemukiman sudah masuk keareal pantai dan sungai. “Jelas ini salah kita (manusia,red) sendiri bukan salah buaya karena kita sudah merusak habitatnya dari dulu, sedangkan daerah konservasi jelas tidak boleh digugat sedikitpun,” sebut Encik Rafiddin.
Sedangkan Budi Susanto menegaskan jika peraturan tidak diindahkan yang terjadi penghuni air termasuk buaya akan terusik dan akhirnya manusia yang ada disekitarnya akan menjadi mangsa. Meski demikian, Budi mengakui secara keseluruhan bukan buaya yang disalahka namun kelakuan manusia itu sendiri yang suka merusak hutan.
Ditegaskan, BLH tidak mungkin menangkap buaya yang memang sudah dihabitatnya sejak dulu kala. Dalam kacamatanya, seharusnya manusia harus menjaga habitat buaya dan tidak merusak. “Kita sendiri yang salah, kita lihat saja saat ini habitatnya hilang, makananpun berkurang seperti kera, burung dan lainnya. Lantas kita kembali salahkan penghuni yang punya tempat,” ungkap Budi.
Kemungkina dibangun penakaran buaya seperti diusulkan AKBP Edgar Dipnegoro – ketika masih menjabat Kapolres Kutim serta Camat Sangatta Selatan, Budi menyebutkan belum ada ada program pembuatan penakaran buaya di Kutim. ”Kalau keinginan itu ada, tetapi Kalau pembuatannya untuk tahun ini belum diprogramkan,” terangnya.(SK-06/SK-12)