SANGATTA,Suara Kutim.com (12/6)
Pemerintah pusat terus menggerogoti kewenangan bahkan sumber keuangan daerah, terutama kabupaten dan kota melalui UU No 23 Tahun 2015 tentang Pemda. Setelah melucuti pemerintah Kabupaten Kota dengan UU Pemda dimana menarik kewenangan bupati dan walikota ke gubernur, kini pemerintah berusaha melakukan pemangkasan pendapatan terutama bagi hasil migas bagi daerah penghasil di kabupaten dan kota.
Dr Aji Sofyan Efendi pada wartawan, usai memberikan materi Peluang Investasi dalam seminar kesiapan daerah, dalam menyongsong MEA 2015 di Ruang Meranti, kantor Bupati Kutim, Selasa (9/6) mengingatkan Pemkab Kutim waspada dan berjuang mengawal revisi UU No 33 Tahun 2014, agar dalam revisi hak terutama bagi hasil minyak dan gas tidak ditiadakan kalau perlu ditingkatkan.
Aji mewanti-wanti revisi UU No 33 Tahun 2014 draf yang dia terim ditegaskan bagi hasil bagi daerah penghasil untuk kabupaten – kota, ditiadakan sedangkan bagi hasil hanya untuk provinsi. “Dalam revisi ini nantinya seharisnya daerah seperti Kutim atau Kukar bagi hasilnya naik bukan turun atau bahkan ditiadakan. Karena ditiadakan Kutim akan kehilangan pendapatan besar. Jad UU ini yang akan menentukan APBD Kutim ke depan, apakah masih Rp3,3 triliun atau melorot,”sebutnya.
Pengamat ekononomi ternama di Kaltim ini, menyarankan selain berjuang mempertahankan bagi hasil minyak dan gas, Kutim juga harus berjuang mendapatkan jatah dari pendapat negara terkait dengan pajak ekpor minyak kelapa sawit. “Dalam APBN terdapat pendapat Negara Rp19 triliu dari pajak ekpor crude palm Oil,” ungkapnya.
Diakui, Kutim salah satu daerah penghasil CPO terbesar di Indonesia sementara Kutim tidak mendapatkan apa-apa dari CPO. Kondisi ini tidak salah, jika Bupati Ardiansyah Sulaiman saat menyampaikan Nota KUA PPAS APBD Tahun 2016 belum bisa memprediksi berapa subsidi pemerintah pusat dan Kaltim.(SK-02/SK-08)