SANGATTA,Suara Kutim.com (20/4)
Belum tuntasnya penetapan tapal batas antarkabupaten dan kota di Kaltim membuat sengketa perbatasan kembali bergulir, paling tidak itu yang muncul ketika Komisi 1 DPRD Berau dipimpin Fery Kombong menyatakan pembentukan Berau Pesisir terkendala, tapal batas yang tidak jelas antara Berau dengan Kutim. “Kerena masalah tapal batas belum jelas, Pimpinan DPRD dan Bupati Berau belum bisa tandatangani rekomendasi pemekaran karena batasnya belum clear dengan Kutai Timur,” jelas Fery, dalam rapat yang dipimpin Asisten Ekonomi Pembangunan Setkab Kutim, Rupiansyah, Senin (20/4).
Meski ada anggapan batas kedua daerah tidak jelas, namun masyarakat yang berdiam di daerah perbatasan Kutim dan Berau menegaskan batas wilayah sangat jelas sejak lama tepatnya antara Berau dengan Kutai, termasuk ketika Kutai dimekarkan menjadi beberapa kabupaten termasuk Kutai Timur. “Soal batas Berau dengan Kutim karena politik, terutama masalah izin perkebunan sehingga perbatasan dikaburkan oknum yang kemudian datang menjual tanah atau aparat yang tidak tahu menahu masalah lokasi lalu mengklaim itu wilayah yang ada masuk Berau,” ungkap Barnabas salah satu warga Tepian Trap Kecamatan Karangan.
Diungkapkan Barnabas, Tepian Trap merupakan daerah yang berbatasan dengan Desa Lempake Berau. Dalam pertemuan yang belum menemukan titik temu itu, Barnabas menyebutkan perbatasan kedua desa, sangat jelas. “Mulai nenek kami hingga sekarang bahkan ada perjanjian antara masyarakat adat kedua desa perbatasan itu. Meskipun desa di sebelahnya semuanya juga keluarga kami, masih satu rumpun dengan kami namun kami tetap menghargai perbatasan. Karena itu ada perjanjian masyarakat adat kedua desa itu,” beber Barnabas seraya menyebutkan batas yang ada merupakan batas sejak Kutai dengan Berau.
Warga RT 4 Tepian Trap, mengungkapkan yang mengaburkan tapal batas karena ada oknum masyarakat dari Berau datang mematok tanah di Tepian Trap. Selain itu, aparat pemerintah datang membawa DPS untuk warga Tepian Trap. “Bahkan rumah saya disebut masuk Berau, saya ketahui orang baru datang enam bulan dari Pulau Jawa, sudah pintar menetapkan lokasi wilayah bahkan rumah saya masuk Berau. Termasuk ada yang datang jual lahan ke perusahan Malaysia, dengan alasan lokasi kami itu masuk wilayah perusahan berdasarkan SK Bupati Berau,” tandas Barnabas.
Meski ada pernyataan warga desa, Rupiansyah menyarankan dilakukan pengecekan lapangan, sesuai dengan peraturan yang ada. “Jangan kita berpolemik, sebaiknya kita percaya perjanjian adat kedua wilayah dimana perbatasan itu sebenarnya. Termasuk keterangan masyarakat perlu didalami, untuk jadi pertimbangan di provinsi saat dilakukan pembahasan tapal batas. Wilayah Kutim ini sebenarnya tidak berbeda dengan wilayah Kutai sebelumnya, sehingga penetapan batas wilayah seperti UU No 47 Tahun 1999 dasarnya wilayah Kutai sebagai daerah yang dimekarkan,” bebernya seraay menambahkan wilayah yang dipersengketakan antara 10 sampai 100 ribu hektar.(SK-02)