![]()
Berangkat dari rasa kepedulian akan kondisi lingkungan pantai yang rusak dan tidak terawat, Hadi Wiyoto (56) pada tahun 2009, memberanikan diri memutuskan untuk membeli sebuah kawasan tambak yang tidak terawat seluas lebih kurang 6 hektar, yang berada di sisi garis pantai Lok Tuan, Kecamatan Bontang Utara, Kota Bontang. Kepada sejumlah awak jurnalis yang menemuinya, Sabtu (18/10/2025), sosok lelaki yang berpenampilan sederhana dan bersahaja ini menceritakan cikal bakal dirinya tergerak untuk menanam mangrove serta mengembangkan kawasan tersebut yang kini dikenal dengan sebutan Wisata Mangrove Telok Bangko.
”Saya itu berangkat dari kepedulian aja sebenarnya. Lahan 6 hektar inikan awalnya dimiliki oleh salah satu orang kaya di Lok Tuan sini. Jadi kondisinya seperti tambak yang sudah tidak terawat dan kritis. Kondisi ini sudah saya perhatikan sejak tahun 1997, dan hingga akhirnya pada tahun 2009 saya beranikan diri untuk membeli lahan ini dengan nilai Rp1,6 miliar. Bukan harga yang murah bagi saya tentunya,” ucap Hadi.
Usai sah memilik lahan tambak tersebut, Hadi kemudian putar otak agar lahan tersebut tidak terus tergerus abrasi oleh hantaman ombak laut. Dirinya kemudian inisiatif untuk melakukan penanaman bibit mangrove di lahan seluas 6 hektar itu, secara bertahap. ”Dari pada terus abrasi dan tergerus oleh ombak, akhirnya saya inisiatif menanam bibit mangrove. Memang awalnya tidak ada satupun yang mendukung, bahkan mengejek karena menganggap tidak ada hasilnya dari menanam pohon mangrove. Namun saya juga tidak ada berfikir lain, hanya semata untuk menyelamatkan kawasan teluk yang ada,” sebutnya.
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2019 PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT) berencana membuat pembibitan mangrove dan berkeinginan menyewa lahan miliknya. Bak gayung bersambut, niat baik Hadi untuk menjaga dan melestarikan kawasan mangrove akhirnya mendapat dukungan sejalan dengan niat besar PT PKT untuk menghadirkan lahan pembibitan mangrove di Telok Bangko. Akhirnya kesepakatan dan kerjasama pengelolaan lahan mangrove terjalin di antara keduanya. Hadi dengan ikhlas secara gratis merelakan lahannya digunakan sebagai lahan pembibitan dan pelestarian mangrove.

”Oke, klo buat bibit mengarove ga usah sewa, karena saya suka kita kerjasama saja. Silahkan pilih di mana tempatnya, berapa luasannya, silahkan PKT tentukan sendiri. Akhirnya saya disodori perjanjian oleh pihak PKT untuk tidak menghentikan kegiatan pembibitan dan pelestarian mangrove jika nantinya sudah berjalan, dan saya pastikan tidak akan pernah menghentikan kegiatan tersebut. Bahkan saya siap mendukung penuh dan ikut melestarikan,” tegas Hadi.
Saat ini, di kawasan mangrove Telok Bangko telah tumbuh berkembang delapan jenis spesies mangrove. Dua jenis spesies mangrove yang cukup populer dan memiliki nilai tambah, yakni spesies mangrove Bruguiera dan mangrove Sonneratia Ovata. Dari kedua spesies mangrove ini, Hadi dan anggota kelompoknya bisa mengolah turunan dari buah mangrove tersebut menjadi makanan dan minuman olahan berupa sirup mangrove, dodol, amplang dan donat.
”Dari jenis spesies mangrove Bruguiera dan mangrove Sonneratia Ovata ini, buahnya kami bisa olah menjadi sirup, dodol, dan tepung yang diolah menjadi amplang dan donat mangrove. Kami juga mendapat dukungan dan pelatihan dari PT Pupuk Kaltim. Jadi anggota kelompok kami diberi bekal pengetahuan untuk mengolah buah mangrove ini menjadi panganan dan juga kini kami pasarkan sebagai oleh-oleh khas mangrove Telok Bangko Bontang. Produk-produk panganan olahan ini juga sudah memiliki izin produksi dan edar berupa PIRT yang diterbitkan Dinas Kesehatan melalui rekomendari Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Hanya saja selama tiga tahun terakhir ini kami masih berjuang untuk bisa memiliki izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk panganan olahan mangrove yang kami produksi,” ucap Hadi.

Hadi yang didapuk sebagai Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan juga ketua pengelola kawasan mangrove Telok Bangko, telah memiliki keanggotaan sebanyak 15 orang yang melibatkan masyarakat setempat. Tidak hanya sekedar melakukan pemeliharaan kawasan mangrove, Hadi bersama anggotanya dan juga didukung penuh PT PKT, kini terus melakukan pengembangan kawasan mengrove Telok Bangko menjadi kawasan Edukasi dan Ekowisata bagi masyarakat umum. Di atas kawasan mangrove seluas 6 hektar tersebut, kini juga dibangun sejumlah fasilitas penunjang kenyamanan masyarakat yang datang untuk menikmati keasrian kawasan mangrove. Mulai dari balai pertemuan, lintasan joging, panggung pertunjukan hingga sejumlah rumah-rumah bambu yang bisa digunakan wisatawan yang ingin bersantai dan istirahat, hingga melakukan aktivitas keluarga. Selain itu juga tersedia sejumlah warung-warung yang menampung hasil dagangan warga yang terlibat dalam Usaha Mikro, Kecil, dan Mengengah (UMKM).
”Alhamdulillah kini kawasan ekowisata mangrove Telok Bangko sudah semakin asri dan memiliki fasilitas penunjang yang cukup lengkap, hingga memeberikan rasa nyaman bagi wisatawan yang datang berkunjung. Bahkan kini tempat ini sering digunakan masyarakat, baik dari perusahaan, pemerintah dan juga sekolah-sekolah untuk menggelar kegiatan. Salah satu contohnya, saat ini sedang ada kegiatan Ecoprint yang dilakukan salah satu Sekolah Dasar di Bontang Utara yang melibatkan orang tua dan murid. Selain itu juga para anggota Pokdarwis kita berdayakan untuk berdagang, ya lumayan bisa membantu perekonomian anggota. Dari yang sebelumnya tidak ada pekerjaan, sekarang ada yang bisa bikin rumah sendiri, ada juga yang bisa memiliki perahu untuk turun melaut,” jelasnya.
Hal senada juga disampaikan Fuji Lestari (44), wanita yang sehari-hari berdagang di kawasan ekowisata mangrove Telok Bangko. Setelah bergabung dalam keanggotaan Pokdarwis yang diketua Hadi, dirinya sangat terbantu dalam hal ekonomi keluarga. Tidak hanya menjual beraneka ragam jajanan bagi para tamu wisatawan yang datang berkunjung ke kawasan wisata mangrove Telok Bangko, dirinya juga ikut melakukan penanaman bibit mangrove yang kemudian bibit-bibit tersebut di jual ke sejumlah daerah di luar Bontang, ataupun dibeli oleh pihak PT Pupuk Kaltim.
”Alhamdulillah mas, saya bisa berjualan di sini (kawasan wisata mangrove). Klo untuk penghasilan sehari-hari, klo lagi ramai pengunjung bisa hingga Rp 800ribu perhari. Klo agak sepi ya bisa Rp 300ribu lah. Kami juga di sini ikut menanam bibit mangrove. Bibitnya itu selain dijual ke luar Bontang, juga ada yang dibeli oleh PT PKT. Lumayan mas, bisa dalam setahun bibit mangrove saya dibeli serga Rp25juta oleh PKT. Saya harap PT PKT rutin setiap tahunnya membeli bibit mengrove kami.

Terpisah, Uchin Mahazaki selaku Asisten Vice President Pembangunan Sosial dan Lingkungan Departemen Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT Pupuk Kaltim, menjelaskan komitemen PT Pupuk Kaltim dalam pemeliharaan,pelestarian dan pengembangan kawasan mangrove, termasuk kawasan mangrove Telok Bangko. Bahkan PT Pupuk Kaltim melakukan ekspansi pada areal seluas 18 hektar yang juga ada di sekitar kawasan Teluk Bangko, berdampingan dengan lahan milik Hadi.
”Sejak tahun 2021, kami sudah mulai intens melakukan kerjasama dan pembinaan dengan kelompok Pak Hadi di kawasan mangrove Teluk Bangko, terutama dalam melakukan penanaman mangrove. Total hingga saat ini ada 400 ribu bibit mangrove yang kami tanam sepanjang pinggiran area HGB65 ini,” ucap Uchin.
Lanjutnya, kegiatan penanaman bibit mangrove ini merupakan upaya mendukung proses dekarbonisasi perusahaan. Apalagi saat ini, isu terkait carbon trading atau perdagangan karbon yang berasal dari penanaman mangrove cukup mulai gencar dilakukan beberapa perusahaan. ”Tetapi intinya adalah penanaman mangrove ini untuk keseimbangan ekositem yang ada di kawasan pesisir. Seperti kita ketahui dengan tumbuhnya mangrove, juga menambah kenekaragaman biota laut yang hidup dan berkembang di bawah akar-akar mangrove. Mulai dari ikan, udang, kepiting, dan berbagai macam lainnya, sehingga bisa dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat di sekitar kawasan ini,” jelasnya.
Terkait peningkatan ekonomi dan kemandirian, Pupuk Kaltim juga berkontribusi terkait pengembangan lokasi kawasan ekowisata mangrove Telok Bangko. Mulai dari pembangunan lintasan jogging atau jogging track, aula pertemuan serta beberapa fasilitas lainnya. ”Pembangunan beberapa fasilitas ini juga merupakan partisipasi Pupuk Kaltim melalui Departemen TJSL bekerjasama dengan kelompok Teluk Bangko ini,” sebutnya.
Selain penanaman mangrove, PT Pupuk Kaltim juga ambil bagian dalam diversifikasi produk turunan mangrove. Seperti pengolahan amplang dari bahan mangrove, termasuk sirup dan dodol dari bahan mangrove. Produk-produk olahan ini yang dikembangkan sebagai produk turunan mangrove, sehingga bukan hanya ditaman tetapi mangrove juga bisa dimanfaatkan untuk produk-produk yang lebih bernilai ekonomis. Bahkan PT Pupuk Kaltim juga membangunkan rumah produksi yang kini sudah bersertifikasi untuk digunakan mengolah dan memproduksi produk turunan mangrove.

Lebih jauh dikatakan Uchin Mahazaki, Teluk Bangko juga telah dua kali mengantarkan Pupuk Kaltim mendapatkan Proper Emas Nasional, yakni di Tahun 2021 dan 2023 lalu dengan mengedepankan Teluk Bangko sebagai salah satu inovasi sosial yang dinilai oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sedangkan tahun ini, menjadi tahun keempat terakhir pendampingan yang dilakukan PT Pupuk Kaltim kepada kelompok mangrove Teluk Bangko. Kucuran bantuan yang telah digulirkan dalam pengembangan dan pelestarian mangrove Teluk Bangko oleh Pupuk Kaltim nilainya pun lebih dari satu miliar rupiah dalam bentuk infrastruktur kawasan, dan bantuan tersebut semakin turun seiring dengan semakin mandirinya kelompok Telok Bangko.
”Kami berharap ekosistem mangrove Telok Bangko terus terjaga dan semakin lestari. Komitmen PT Pupuk Kaltim dalam mendukung pelestarian keanekaragaman hayati khususnya kawasan mangrove akan terus digaungkan dan kami siap mendukung upaya-upaya masyarakat dalam manjaga dan melestarikan lingkungan hidup,” pungkasnya.(*)








