Beranda ekonomi Dispenda dan Disbun Berkalobrasi Tingkatkan PAD

Dispenda dan Disbun Berkalobrasi Tingkatkan PAD

0
Suasana di Pasar Muara Wahau semakin ramai setelah kebun sawit berkembang

Loading

SANGATTA,Suara Kutim.com
Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kutim berharap sektor perkebunan terutama kelapa sawit dapat memberikan sumbangan berarti kepada peningkatan PAD. Namun, belum ada dasar hukum yang menjadi alas untuk melakukan pungutan langsung.
“Pendapatan dari sektir perkebunan saat untuk APBD, belum jelas. Tidak sama dengan pertambangan dimana ada bagi hasil untuk gas dan minnyak atau untuk batu bara ada royalty,” jelas Kadispenda Kutim Yulianti didampingi Kabid pajak dan Retribusi Daerah Musyafa dan Kabid Pengendalian Operasional dan Pelaporan Ence Irwan.
Dijelaskan, bagi hasil pajak dari sektor P3, Kutim pada 2014 mendapat Rp90 M lebih. Namun dana itu juga termasuk dari PBB sektor tambang, kehutanan termasuk perkebunan sendiri. “Dari Rp90 miliar, Dispenda tidak tahu berapa pajak dari perkebunan,” kata Ence tanpa merinci adakah dasar hukum bagi Dispenda Kutim untuk melakukan pungutan agar bisa mendongkrak PAD.
Kepala Dinas Perkebunan Akhmadi Baharuddin menyebutkan aturan yang ada, sektor perkebunan sementara baru bisa dikenakan PBB selain itu ada penggunaan air bawah tanah atau penerangan namun itu masuk ke Pemprov Kaltim.
Ahmadi, mengakui beberapa aturan yang ada termasuk UU Perkebunan belum memberikan penegasan adanya daerah bisa melakukan pungutan baik retribusi maupun pajak untuk daerah. “TBS itu ada pajaknya namun pusat yang dibagi dengan daerah, jika dibandingkan dengan sektor pertambangan dengan migas, batubara atau kehutanan memang ada perbedaan karena sektor pertambangan yang digarap milik negara yang dikelola perusahaan, sedangkan perkebunan seperti sawit murni dikelola perusahaan mulai membuka lahan, penyediaan bibit sampai perawatan beberapa tahun hingga panen,” ungkapnya.
Kepada Suara Kutim.com seusai sidang DPRD Kutim, Jumat (19/12), ia menyebutkan pemerintah memberikan kesempatan bagi investor dibidang perkebunan karena produknya bisa diperbaharui dan memberikan banyak manfaat kepada masyarakat, daerah dan negara. “Kalau sektor perkebunan yang baru bisa merasakan hasilnya lima sampai tujuh tahun kemudian ini, langsung dikenai pungutan – pungutan bisa-bisa banyak yang hengkang ke luar negeri karena kasus ini pernah terjadi di Riau sehingga Perda pungutan itu dibatalkan Kemendagri,” bebernya seraya mengakui lahan perkebunan sawit di Kutim lebih 800 ribu hektar namun belum semua sudah produksi.
Terhadap dugaan ada perusahaan sawit sudah untung besar, Akhmadi tidak bisa memberikan komentar karena soal bisnis merupakan urusan perusahaan. Disebutkannya, pemerintah hanya berusaha perusahaan tetap eksis sehingga dapat dirasakan rakyat banyak seperti bisa bekerja baik secara langsung maupun tidak langsung.
Akhmadi menegaskan perusahaan sawit meski belum dibebankan daerah, namun tetap memberikan kontribusi berarti bagi daerah seperti terbukanya lapangan kerja, adanya perusahaan catering, rumah makan, jasa transportasi yang bisa menjadi sumber pendapatan daerah. “Belum lagi kepedulian perusahaan kepada masyarakat, jika sudah eksis mereka sangat peduli namun jika baru dalam tahap mengembangkan usaha tentu belum bisa maksimal tetapi tetap ada seperti terlibat mensukseskan pengentasan kemiskinan,” sebut Ahmadi seraya menambahkan keadaan Muara Wahau, Kongbeng berkembang pesat setelah perkebunan sawit berkembang.(SK-02/SK-03/SK-08)