SANGATTA,Suara Kutim.com (6/12)
Agar tidak terjadinya konfrontasi antara manusia dengan buaya, Bupati Kutim Ismunandar merencanakan pembangunan penakaran buaya yang lokasinya tidak jauh dari habitat buaya muara yang selama ini kerap meneror warga Kutim, bahkan salah satunya Syahdan (17) warga Sekerat yang menjadi korban.
Saat ditanya wartawan, Ismu mengaku ketika menjabat Kepala Bappeda ia pernah mengusulkan pembangunan penakaran buaya yang bertujuan memindahkan buaya-buaya dari alam liar, dengan tujuan pendidikan, wisata serta keamanan. “Agar lebih komprehensif lagi, Balitbangda Kutim melakukan kajian sehingga memungkinkan dibangunnya penakaran buaya dengan syarat tidak boleh jauh dari lingkungan alam aslinya,” pesan Ismu menanggapi kerap terjadinya warga Kutim diterkam buaya.
Ismu mengakui, penangkaran perlu dilakukan agar tidak terus terjadi buaya memangsa manusia, jika ada buaya yang menerkam manusia bisa jadi penangkapan dilakukan besar-besaran untuk mencari korban disisi lain buaya muara salah satu hewan dilindungi.
Jika ada penangkaran tentu bisa menjadi objek wisata baru bagi Kutim, selain itu bisa memberikan dampak terhadap penerimaan PAD. “Jadi ada dampak ekonomi dan pendapatan bagi daerah,bahkan ada edukasinya,” ungkapnya.
Menurut Ismu jika pembangunan penakaran tidak bisa menggunakan APBD, bisa jadi mengundang swasta yang berhasil dalam penakaran buaya termasuk pengembangbiakan serta pemanfaatannya.
Buaya muara (Crocodylus porosus) dilindungi berdasarkan SK Mentan No. 716/Kpts/Um/10/1980, kemudian diperkat dengan PP Nomor 7 Tahun 1990. Buaya muara yang dikabarkan ribuan ekor jumlahnya di Kutim, mulai berkembangbiak pada umur 10 tahun pada betina dan mencapai umur 15 tahun.
Masa kawin buaya muara antara bulan November hingga bulan Maret, kemudian Lama pengeraman telur berkisar antara 78-114hari dengan rata-rata pengeraman selama 98 hari dengan jumlah telur yang dihasilkan setiap musim rata-rata 44 butir.
Sebelum bertelur, buaya betina mempersiapkan tempat untuk bertelur yang letaknya tidak jauh dari tepi-tepi sungai dengan mengumpulkan ranting-ranting dan daun yang telah busuk. Setelah telur diletakkan di dalam sarang yang dibuatnya, buaya tersebut menimbun sarang dengan ranting daun busuk yang bercampur dengan lumpur. (SK2)