SANGATTA (24/5-2017)
Usaha pemberantasan korupsi saat ini dinilai sudah mulai tidak efektif, karena dari banyaknya kasus penanganan kasus korupsi yang ditangani penegak hukum namun terkesan tindak pidana korupsi tidak pernah berhenti.
Karenanya, kata Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri (Kajati) Kalimantan Timur, Fadil Zumhana, penegak hukum lebih mengedepankan upaya pencegahan tindak pidana korupsi daripada upaya pemberantasan tindak pidana korupsi khususnya di lingkungan pemerintah mulai pusat hingga ke daerah.
Saat memberikan pengarahan ke jajaran Pemkab Kutim, Selasa (23/5), diungkapkan upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan penegak hukum saat ini dinilai kurang efektif karena dari triliunan rupiah uang negara yang digelapkan oleh pelaku tindak pidana korupsi, kecil yang kembali kepada negara.
Dalam pertemuan yang dihadiri Ketua DPRD Kutim, Unsur FKPD dan pejabat serta PPTK, diuraikan dari uang yang disita dari tindak pidana korupsi dan pelaku dijatuhi dengan hukuman yang tidak setimpal. “Saat ini penegak hukum lebih mengusung upaya pencegahan tindak pidana korupsi dari pada upaya pemberantasan korupsi. Disinilah fungsi Kejaksaan sebagai penyelidik, penyidik dan penuntut hadir melalui program TP4D (Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah), turun langsung menjadi pengawas dan membimbing pemerintah daerah dalam upaya pencegahan tindak pidana korupsi sejak dini dalam penyerapan anggaran daerah,” ujar Fadil Zumhana.
Ditegaskannya, dalam memberikan pengawasan dan bimbingan pada upaya penyerapan anggaran daerah, TP4D Kejaksaan sejak awal wajib mengontrol dan menginformasikan jika ada celah kesalahan yang dilakukan aparatur sipil negara (ASN) sebagai pengelola keuangan daerah, sehingga upaya penggelembungan anggaran proyek dapat dicegah sejak awal.
Namun, ujar orang nomor satu di Kajati Kaltim ini, jika pengelola keuangan tersebut sudah sejak awal diingatkan namun tetap melanggar aturan, maka sudah dipastikan memiliki niat jahat sejak awal dan wajib dilakukan penindakan. Selain itu, uang hasil tindak pidana korupsi wajib dikembalikan secara utuh ke negara atau daerah sebagai bentuk pengembalian kerugian negara atau daerah.
Ia menandaskan, kedepan bukan hanya sanksi hukum berupa hukuman kurungan badan dan mengembalikan seluruhnya kerugian negara yang bakal diterima oleh pelaku tindak kejahatan korupsi, namun sanksi sosial juga akan diterapkan. “Hukuman bagi pelaku korupsi dengan memberikan pelayanan sosial kepada masyarakat seperti membersihkan tempat ibadah atau fasilitas umum lainnya,” bebernya.(SK3)