
SANGATTA (23/7-2020)
Setelah memasuki hari ke 20, waktu penahanan 6 tersangka kasus gratifikasi di Pemkab Kutim, diperpanjang untuk 40 hari kedepan. Plt Jubir KPK, Ali Fikri menerangkan perpanjangan masa tahanan dilakukan hingga 31 Agustus 2020. “Perpanjangan penahanan dilakukan karena penyidik masih memerlukan waktu untuk menyelesaikan pemberkasan perkara,” terang Ali Fikri.

Ke 6 tersangka yang diperpanjang masa tahanannya, ujar Ali Fikri dalam siaran persnya, Kamis (23/7) diberikan kepada Is – Bupati Kutim, Mus – Kepala Bapenda, Sur – Kepala BPKAD yang kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK di Gedung Aclc Kavling C1 Jakarta, sementara EUF – Ketua DPRD Kutim kini dipisah dari Is. Mantan Ketua DPC PPP Kutim ini, ditahan di Rutan Gedung Merah Putih sementara AM diamankan di Rutan Polda Jaya.
Terhadap DA yang baru diamankan sehari dari 6 tersangka lainnya, dijelaskan diperpanjang masa tahanannya sejak tanggal 24 Juli hingga tanggal 1 September 2020. “Perpanjangan DA dilakukan karena penyidik memerlukan waktu lagi untuk pemeriksaan saksi dan tersangka sebelum diserahkan ke Jaksa Penuntut KPK,” bebernya.
Seperti diberitakan, KPK berdasarkan hasil OTT di Jakarta menetapkan Is- Bupati Kutim, EUF – Ketua DPRD Kutim , Mus – Kepala Bapenda Kutim, Sur – Kepala BPKAD Kutim, AET – Kepala Dinas PU, kemudian AM dan DA – kontraktor terlibat dalam kasus gratifikasi barang dan jasa di Pemkab Kutim.
Dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih, Wakil Ketua KPK Nawawi Pongolango, Jumat (3/7) menerangkan ke 7 tersangka mempunyai peran masing-masing sehingga tercipta kerjasama terhadap sejumlah proyek yang dikerjakan AM dan DA. “Proyek yang dikerjakan bernilai miliaran rupiah dan tersebar di Kutim diantaranya pembangunan embung di Maloy, penyempurnaan lampu penerangan di Jalan APT Pranoto Sangatta, ruang tahanan Polres Kutim,” beber Nawawi.
Dengan latar belakang Is, EUF, Mus, Sur, Asw yang sudah mengenakan rompi orange dan tangan terborgol, disebutkan peran masing-masing tersangka yakni Is sebagai bupati mempunyai peran sebagai penentu kebijakan, sementara EUF sebagai Ketua DPRD Kutim berperan mengamankan anggaran yang diusulkan Dinas PU agar tidak terkena pemangkasan selain menentukan dalam pemenangan tender.
Sedangkan Mus, lanjut Nawawi selain ikut menentukan pemenang tender juga menerima dan membiayai sejumlah aktifitas Is, UEF, Sur, Mus dan Asw. “Sementara Sur sebagai Kepala BPKAD berperan mengatur dan menerima setoran masing-masing sebesar sepuluh persen setiap pembayaran,” beber Nawawi seraya menambahkan Asw sebagai Kadis PU mengatur kontraktor yang terlibat.
Terhadap pejabat dan kontraktor di Kutim ini yang sudah menyandang status tersangka karena diduga melanggar UU Tipikor ini, KPK juga mengamankan uang sebesar Rp170 juta, buku tabungan dan deposito dengan saldo Rp6 M.
Kasus gratifikasi atau suap menyuap ini, ujar Nawawi, terkait proyek di Kutim tahun 2020 yang dilaporkan masyarakat sehingga dilakukan penyelidikan hingga dilakukan penangkapan di Jakarta dan Samarinda serta Sangatta.(SK2/SK3/SK5/SK15)