SANGATTA,Suara Kutim.com (15/9)
Topografis Kutai Timur (Kutim) yang berpegunungan dan didominasi perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu faktor perkembanganbiakan penyakit kaki gajah atau filariasis. Pasalnya, penyakit yang membuat korbannya kesulitan beraktifitas ini disebabkan nyamuk filaria.
Minimnya anggaran, menyebabkan upaya pencegahan dan pemberantasan kaki gajah di beberapa kecamatan tidak maksimal. Kepala Dinas Kesehatan Kutim, Aisyah didampingi Kabid Pencegahan, Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Muhammad Yusuf, mengakui jika penanganan penyakit kaki gajah belum tertangani maksimal.
Disebutkan, Yusuf, ada beberapa kecamatan yang tinggi penyebaran penyakit kaki gajah seperti Batu Ampar, Muara Bengkal dan Muara Ancalong. “Namun dengan anggaran yang ada angka penderita kaki kaki gajah di ketiga wilayah tersebut dapat sedikit ditekan. Sementara di kecamatan lainnya, hanya bisa melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pencegahan penyakit kaki gajah. Bahkan di Sandaran, Sangkulirang dan Kongbeng Busang, sosialisasi belum dilaksanakan,” terangnya.
Berdasarkan data, penanganan penyakit kaki gajah di Kutim baru di angka 77,7 persen. Sedangkan angka penyebarannya mencapai 1,94 persen. Data ini, ujar Yusuf, merupakan hasil survei di tahun 2015 lalu.
Sedangkan berdasarkan data dari tahun 2013 hingga 2016 ini, sudah terdapat sebanyak 11 orang warga Kutim yang teridentifikasi kaki gajah yakni di Batu Ampar, Muara Bengkal dan Muara Ancalong. “Sebagian dari mereka tergolong sudah kronis, sementara dalam penanganan penyakit kaki gajah ini Kementrian Kesehatan (Kemenkes) memiliki standarisasi minimal sendiri yakni harus di angka 85 persen dari jumlah daftar sasaran,” beber Yusuf seraya mengingatkan masyarakat sadar dan mau berupaya melakukan pencegahan agar tidak terjangkit penyakit kaki gajah.(SK3)