SANGATTA (8/8-2020)
Pemkab Kutim akan melakukan dialog dengan KPC yang sempat menjanjikan akan menghibahkan lahan eks tambangya untuk menjadi TPA sampah rumah tangga di Sangatta Utara dan Selatan.
Plt Bupati Kutim menyebutkan saat ini, TPA Batota sudah tak layak lagi, sehingga jika ditambah beban lagi akan menyebabkan masalah baru. Saat ini, ujar Kasmidi, sampah di Batota sudah menggunung karena tidak ada pengolahan sampah yang dapat mengurangi volume sampah yang masuk tiap hari puluhan ton. “Jadi ini kita mau koordinasikan lagi dengan KPC terutama lahan yang sempat dijanjikan, tapi pemkab berharap lahan bekas tambang KPC yang ada di Jalan Sangatta – Bengalon yang tidak jauh dari Batota,” sebut Kasmidi.
Selain itu, untuk pengolahan sampah di TPA dilokasi baru, diharapkan KPC ikut membantu pengadaan alat modern yang beberapa bulan lalu ditinjau GM KPC bersama dengan Bupati Kutim, Ketua DPRD. “Kini, pemkab berharap janji KPC untuk pengadaan alat modern yang mampu membakar semua sampah bisa diwjudkan,” ungkap Kasmidi.
Keterangan yang didapat Kasmkidi, pembakar sampah yang pernah ditinjau Bupati Ismunandar bersama GM KPC, sebagai alat yang mampu mengolah sampah dilokasi yang kecil. Arfan, wakil Ketua DPRD Kutim yang ikut dalam peninjauan mengakui alat yang mereka tinjau mampu mengatasi masalah sampah di Sangatta.
“Mengolah sampah itu sudah tidak mahal, untuk ukuran pemerintah. Di Bandung, yang kami lihat, satu kota besar, pengolahan sampahnya di dalam kota, lahan mungkin hanya sekitar 3000 meter persegi, ternyata bisa. Kami yakin dengan teknologi yanga bisa mengatasi sampah di Sangatta,” ujar Arpan ketika ditanya wartawan.
Ia menambahkan, mesin pengolahan sampah yang ada di Bandung, untuk Sangatta dan Bengalon tidak sulit karena hargaya Rp5 miliar. “Tidak berat bagi Pemkab, alat itu selain murah, tidak butuh lahan banyak, menariknya tidak mengganggu lingkungan. Berbeda dengan TPA, yang butuh lahan luas, mengganggu lingkungan dan punya kapasitas terbatas. Akibatnya, hanya dalam beberapa tahun, bisa pindah , cari lahan lagi. Padahal, cari lahan ini sangat sulit. Karena itu, sebaiknya mengunakan teknologi, agar lebih efisien,” beber Arpan seraya menyebutkan teknologi yang dikembangkan menerapkan Thermal Hydro Drive (THD) yang hanya fokus mengelola sampah organic dengan hasil pertama seperti pasir, kemudian dikompres menjadi batako. (SK5)