SANGATTA,Suara Kutim.com (22/6)
Bupati Ardiansyah Sulaiman mengakui proses enclave masih berlanjut dan pemkab tetap berharap pemerintah pusat merestui usulan Tim Terpadu bentukan Kementrian Kehutanan RI seluas 17.800 Ha bukan 7.800 Ha. Dengan luasan 17.800 Ha, ia optimis tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Dihadapan warga Sangatta Selatan, saat mengelar Safari Ramadhan di Masjid Baiturrahim, Senin (22/6), ia menyebutkan dengan luasan 7.800 Ha masih banyak mayarakat yang tidak terakomodir bahkan menimbulkan kecemburuan. “Dengan luasan 7.800 Ha, pemkab tidak bisa juga membangun karena lahan yang disetujui bukan dalam satu kawasan tetapi berupa spot-spot,” terang Ardiasnyah.
Terhadap enclanve TNK yang telah disetujui DPR-RI seluas 7.800 Ha, Ardiansyah menegaskan upaya pemkab tidak pernah berhenti agar pemerintah pusat melihat realita sehingga apa yang diharapkan masyarakat di kedua kecamatan terpenuhi. “Bandara Sangkima saja yang disetujui hanya landasan pacu atau runway, kalau begitu bagaimana jalan, apron dan sebagainya,” beber Ardiansyah.
Dihadapan Kapolres Kutim AKBP Anang T, sejumlah anggota DPRD, pejabat serta Camat Sangatta Selatan yang datang dengan semua perangkat desa, Ardiansyah menegaskan keinginan pemkab membangun di Sangatta Selatan dan Teluk Pandan tidak pernah pudar namun terkendala lahan.
Kepada masyarakat Sangatta Selatan, ia menerangkan untuk membangun SMA Negeri Sangatta Selatan serta Terminal Bus, Bupati Kutim diperiksa. Demikian ketika Dinas Dikbud Kutim merehabilitasi sebuah SD di Teluk Pandan, malah dilaporkan ke kejaksaan karena membangun di lahan TNK.
Belum rampungnya masalah TNK, Ardiansyah menyebutkan telah mengirim surat Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya. Tidak itu saja, ia berencana bertemu langsung membahas soal enclave TNK .
Sementara Basire (50) warga Teluk Lombok Sangkima setuju dengan keputusan Pemkab Kutim yang menolak keputusan enclave seluas 7.800 Ha.Ditemui Suara Kutim.com dihalaman Masjid Baiturrahim pria yang mengaku sudah 30 tahun tinggal di Sangkima menilai keputusan pemerintah pusat tidak ada adil dan merugikan masyarakat. “Saya setuju saja, kalau hanya 7.800 Ha tidak semuanya akibatnya hanya menimbulkan kecemburuan, kami yang tinggal di Teluk Lombok sama sekali tidak termasuk dalam enclave yang ditetapkan pemerintah,” kata Basire seraya menyatakan dukungannya kepad pemkab untuk menolak keputusan Menhut kecuali seluas 17.800 Ha. (SK-03/SK-09/SK-011)