SANGATTA,Suara Kutim.com (2/3-2017)
Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Setkab Kutim, Rupiansyah membenarkan tarif atau harga jual air bersih yang dilakukan PDAM Tirta Tuah Benua, berada di bawah harga keekonomian yang bisa membuat PDAM bisa sehat dan memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.
Mantan Kepala Bappeda Kutim ini mengungkapkan, sejak Kutim menerim pengalihan asset PDAM Kutai, secara perlahan manajemen dan produksi dibenahi. Saat ini, ujar Rupiansyah dalam percakapan dengan Suara Kutim.com, subsidi yang harus dikeluarkan pemkab terbilang besar kepada PDAM. Namun, subsidi itu tidak bisa dipertahankan terlebih APBD Kutim yang mengandalkan DBH atau royalty. “Ia mengakui dalam lima tahun PDAM tidak menaikan tarif. Disatu sisi harga bahan, aksesoris maupun kimia tidak menutup kemungkinan setiap tahunnya bisa terjadi kenaikan termasuk upah pekerja,” ungkapnya.
Alummi Pasca Sarjana Unmul Samarinda ini menilai, dalam kondisi APBD Kutim saat ini serta belum adanya perubahan harga jual, ia tak yakin PDAM bisa bertahan dengan pelayanan yang sudah dirasakan masyarakat saat ini.
Rupiansyah menilai, apa yang diungkapkan pada Diskusi Panel Jajak Pendapat Penyesuaian Tarif Air tahun 2017 dan Sosialisasi perhitungan tarif air Full Cost Recorvery (FCR), diruang Akasia GSG Bukit Pelangi. Selasa, (28/2) lalu, diakuinya merupakan gambaran nyata.
“ PDAM saat ini operasinya masih menggunakan genset, kondisi itu dibayangkan dana yang dibutuhkan untuk BBM saja cukup besar yang harus dikeluarkan oleh Pemkab Kutim mencapai Rp 30 miliar lebih. Disisi lain, juga harus pahami tarif PDAM ini, masih sangat rendah untuk Se-Kaltim, untuk itu perlu adanya evaluasi,” bebernya.
Terhadap adanya pendapat masyarakat dan sekelompok organisasi kepemudaan yang tidak mau dilakukan kenaikan tarif air bersih PDAM, ia menaruh harapan penolakan disertai dengan saran. Pasalnya, jika PDAM terhenti dan warga harus membeli air maka cost yang dikeluarkan jauh lebih besar sementara mutu air belum terjamin.
Ia mengakui selama PDAM ditangani Aji Mirni Mawarni, secara bertahap terus menampakan kinerja yang baik. Rupi – sapaan pria yang pernah ikut membidani PDAM Tenggarong ini, mengakui kondisi PDAM awal berdirinya Kutim sementara Sangatta sebagai ibukota kabupaten. “Rencana kenaikan tariff air PDAM itu bukan kehendaknya PDAM, tetapi kehendak Pemkab Kutim serta melalui berbagai perhitungan matang karenanya melibatkan BPKP sehingga ditemukan harga yang rasio, itupun masih di bawah beberapa PDAM di Kaltim,” urainya.
Sebelumnya Aji Mirni Mawarni menerangkan Audit Kinerja Tahun (AKT) tahun 2015 harga jual air bersih yang dikeluarkan PDAM, rata-rata Rp5.103,98 per M3 sementara harga pokok produksi mencapai Rp9.433,73 per M3. “Setiap satu meterkubik air yang diproduksi nombok atau rugi Rp4 ribu perM3, jika terus dibiarkan dan suatu saat subsidi berkurang akan berdampak terhadap produksi air PDAM,” terang Aji Mirni Mawarni.(SK12)