SUARAKUTIM.COM, SANGATTA – Tingginya temuan angka kasus stunting di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) tentu menjadi “Alarm” bagi Pemerintah Kutim. Tidak heran jika saat ini Pemkab Kutim terus menggenjot sejumlah program penting dalam upaya penurunan angka stunting di Kutim. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutim, yakni dengan meningkatkan mutu kesehatan dan gizi bayi dan anak sejak dini dengan memaksimalkan peran tenaga kesehatan (Nakes) dalam pemberian makan bayi dan anak (PMBA).
Karenanya, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutai Timur menggandeng fasilitator Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Provinsi Kaltim sebagai tim instruktur, menggelar pelatihan tenaga konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) yang diikuti sebanyak 15 orang tenaga kesehatan (Nakes) utusan dari sejumlah Puskesmas di Kutim, sejak tanggal 3-8 November 2024 bertempat di Bapelkes Provinsi Kaltim di Samarinda.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutai Timur, Bahrani Hasanal menyebutkan jika Dinkes Kutim menggandengan tenaga fasilitator dari Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Provinsi Kaltim dalam melaksanakan pelatihan tenaga konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA) bagi tenaga kesehatan, khususnya pengelola program gizi dan anak yang bertugas di Puskesmas.
”Jadi kami (Dinkes Kutim, red) menggandeng Bapelkes Provinsi Kaltim dalam melaksanakan pelatihan konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA) bagi tenaga kesehatan dalam hal ini pengelola program gizi dan anak yang bertugas di Puskesmas,” ucap Bahrani.
Lanjutnya, upaya pemberian pendidikan gizi masyarakat yaitu melalui kegiatan konseling PMBA ini merupakan salah satu intervensi yang efektif dalam peningkatan status gizi. Lebih spesifiknya konseling PMBA merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan alat bantu yang berguna untuk mendukung ibu, ayah dan pengasuh dalam persiapan makan yang aman dan cara penyimpanan makanan, respon untuk makan dan terakhir waktu pemberian makanan pada waktu anak sehat atau setelah anak mengalami sakit dan lain sebagainya.
”Tujuan pelatihan ini agar tenaga konselor PMBA ini memiliki pengetahuan, keterampilan, dan alat bantu yang berguna untuk mendukung ibu, ayah dan pengasuh dalam persiapan makan yang aman dan cara penyimpanan makanan, respon untuk makan dan terakhir waktu pemberian makanan pada waktu anak sehat atau setelah anak mengalami sakit dan lain sebagainya. Jadi mereka harus paham akan tugas mereka,” jelasnya.
Lebih jauh dikatakan Bahrani, masa pemberian makanan yang tepat mulai dari pemberian Air Susu Ibu (ASI) sampai dengan makanan pendamping ASI, diteruskan makanan keluarga dengan memperhatikan usia, frekuensi makanan yang diberikan, jumlah yang tepat, dan peningkatan tekstur adalah jendela peluang yang dapat digunakan untuk mencegah semua bentuk malnutrisi, termasuk stunting, wasting, overweight, dan obesitas. Intervensi spesifik merupakan intervensi yang bertujuan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak dan memberikan kontribusi terhadap 30% penurunan stunting.
”Dengan adanya pengetahuan yang benar maka diharapkan pola tahapan pemberian asupan makanan dan gizi pada bayi dan anak lebih tepat. Mulai dari pemberian ASI, makanan pendamping ASI hingga makanan lanjutan dengan memperhatikan usia, frekuensi makanan yang diberikan, jumlah yang tepat, dan peningkatan tekstur adalah jendela peluang yang dapat digunakan untuk mencegah semua bentuk malnutrisi, termasuk stunting, wasting, overweight, dan obesitas. Jadi intervensi spesifik ini merupakan intervensi yang bertujuan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) anak dan memberikan kontribusi terhadap 30% penurunan stunting, khususbya di Kutim,” pungkasnya.(Red-SK/Adv/*)