SUARAKUTIM.COM, SANGATTA – Memiliki luasan area perkebunan sebesar 554.701 hektar yang terdiri dari perkebunan kelapa sawit, karet hingga kakao, tak heran jika sektor perkebunan menjadi salah satu penyumbang pendapatan daerah dan memberikan pengaruh pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kutai Timur, di peringkat kedua setelah pertambangan batu bara dan minerba.
Dengan sumbangsihnya menjadi sumber penghasilan atau mata pencaharian bagi sebagian masyarakat Kutai Timur, maka tidak lah heran jika Pemerintah Kutai Timur melalui Dinas Perkebunan (Disbun) Kutim terus mengupayakan peningkatan kualitas perkebunan daerah, tidak hanya pengembangan budidaya tanamannya, namun juga berupaya meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM) pengelola perkebunan, baik itu penyuluh pertanian maupun petani pekebun itu sendiri.
Kepala Dinas Perkebunan Kutai Timur, Sumarjana menyebutkan jika peningkatan mutu SDM pengelola perkebunan, yakni tenaga penyuluh pertanian maupun petani pekebun, merupakan hal yang wajib dilakukan dan menjadi salah satu program penting pada Disbun Kutim.
”Pada Dinas Perkebunan Kutim, kita ada beberapa bidang teknis dengan masing-masing memiliki program kerja, mulai dari Bidang Penyuluhan, Bidang Perlindungan, Bidang Prasarana dan Bidang Usaha Perkebunan. Secara khusus bidang penyuluhan pada saat ini berfokus untuk meningkatkan kapasitas dari tenaga penyuluh pertanian dan perkebunan serta petani pekebun itu sendiri,” ucap Sumarjana.
Dikatakan Sumarjana, tugas dan fungsi tenaga penyuluh pertanian adalah melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam melakukan pengembangan usaha pertanian dan perkebunan. Tentunya para tenaga penyuluh ini harus paham terlebih dahulu apa saja yang harus mereka lakukan dan kerjakan dalam upaya pengembangan usaha perkebunan masyarakat.
”Para tenaga penyuluh pertanian dan perkebunan ini punya peran penting dalam melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam mengembangkan budidaya pertanian dan perkebunan mereka. Tetapi tentunya tenaga penyuluh ini juga harus lebih paha terlebih dahulu bagaimana tugas dan fungsi mereka di masyarakat. Bagaimana membantu masyarakat dalam mengurus pendaftaran STDB (Surat Tanda Daftar Budidaya) perkebunan, bagi masyarakat atau kelompok tani yang memiliki luasan perkebunan kurang dari 25 hektar, bagaimana melakukan pemantapan kawasan, maka ini (petugas penyuluh, red) juga harus kita tingkatkan kemampuannya,” sebutnya.
Lanjutnya, pada tahun ini tenaga penyuluh pertanian dan juga bagi petani pekebun sendiri ada beberapa pelatihan yang dilakukan Dinas Perkebunan Kutim sendiri. Di antaranya, pelatihan budidaya kakao, pelatihan GPS (Global Positioning System) dan pelatihan e-STDB khusus untuk penyuluh.
”Jadi tahun ini kami menggelar beberapa pembekalan dan pelatihan kepada tenaga penyuluh dan juga petani pekebun. Ada pelatihan budidaya kakao, pelatihan penggunaan GPS (Global Positioning System) dan pelatihan pendaftaran STDB secara elektronik atau e-STDB khusus untuk penyuluh,” kata Sumarjana.
Tidak hanya itu, untuk mendukung keberlanjutan perkebunan sawit, maka para tenaga penyuluh bersama pengurus koperasi pertanian sawit, dan termasuk Kepala Seksi (Kasi) Pembangunan Masyarakat Desa (Pemdes) yang bertugas di Kecamatan dan Desa, dilatih tentang ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan juga pelatihan tentang ICS (Internal Control System).
”Sementara untuk mendukung keberlanjutan perkebunan sawit, maka para tenaga penyuluh bersama pengurus koperasi pertanian sawit, dan termasuk Kepala Seksi (Kasi) Pembangunan Masyarakat Desa (Pemdes) yang bertugas di Kecamatan dan Desa, dilatih tentang ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) dan juga pelatihan tentang ICS (Internal Control System). ISPO ini adalah adalah kebijakan dan sertifikasi yang dibuat oleh pemerintah Indonesia untuk memastikan produksi minyak sawit di Indonesia berkelanjutan. Sementara ICS atau sistem kendali internal adalah sistem yang dibuat oleh kelompok pekebun untuk mengelola perkebunan sawit secara kolektif,” jelasnya.
Tujuan dari pelatihan ini, ujar Sumarjana adalah pemerintah Kutim akan mendorong semua pekebun mandiri, baik itu kelompok tani terutama tingkat koperasi untuk segera mendapatkan sertifikat ISPO. Hal ini adalah untuk memenuhi tuntutan dunia internasional yang memperketat aturan dalam pengelolaan perkebunan.
”Jadi kami ingin mendorong semua pekebun mandiri, baik itu kelompok tani terutama tingkat koperasi untuk segera mendapatkan sertifikat ISPO. Hal ini adalah untuk memenuhi tuntutan dunia internasional yang kami anggap agak sedikit cerewet namun bagus, karena di dalam ISPO itu kan harus memperhatikan asal usul kawasan perkebunan, kemudian memperhatikan budidayanya dan juga memperhatikan lingkungannya dan lain sebagainya,” pungkas Sumarjana.(Red-SK/Adv)