SANGATTA,Suara Kutim.com (19/3)
Direktur PT Kutai Mitra Energi Baru (KMEB) Hamzah Dahlan menerangkan saham PT KTE di PT Astiku senilai Rp40 M, bagian dari hasil penjualan saham KPC sebesar 5 persen senilai Rp 576 M, termasuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Batubara (PLTGB) Sangatta, senilai Rp 113 miliar.
Dalam siaran persnnya, Dahlan menyebutkan masalah saham KTE di Astiku dan pembangunan PLTGB sudah dipertanggung jawabkan secara pidana oleh Direksi KTE yang lama. Namun, uang dalam bentuk saham di Astiku Rp40 M dan PLTGB Sangatta tidak pernah dimasukkan ke dalam RAPBD Kutim tahun 2009 hingga 2012.
“Soal saham di Astiku dan Pembangunan PLTGB harus dilihat dalam amar Putusan Pengadilan Negeri Sangatta Jo Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Jo Putusan Mahkamah Agung RI, apakah dijadikan bukti dan dinyatakan dirampas untuk negara atau daerah, ternyata kedua aset tersebut tidak dinyatakan sebagai barang bukti dan dalam amar putusan sama sekali tidak dipertimbangkan,” tulis Hamazah.
Saham di Astiku dan Pembangunan PLTGB tidak masuk dalam APBD selain itu tidak dinyatakan dirampas oleh negara maka penyelesaian Pembangunan PLTGB Sangatta, ungkap mantan Kajari Balikpapan sesuai dengan ketentuan UU No 40 tahun 2007 dalam RUPS PT Kutai Timur Investama (KTI) sebagai induk PT KTE.
Perintah RUPS saham di Astiku oleh tim liquidasi telah ditarik dan dimasukkan utuh ke rekening tim liquidasi secara transparan dan dibukukan, termasuk penggunaanya. Hamzah mengaku heran, kenapa dirinya dijadikan sasaran penyelidikan Kejari Sangatta. Ia menegaskan, seluruh bukti penggunaan dana Rp40 M utuh disampaikan ke BPK untuk dijadikan bahan audit investigasi jangan hanya sample sehingga tidak menimbulkan audit investigasi yang menyesatkan. “Penarikan dan penggunaan saham di PT Astiku sebesar Rp 40 M berikiut rekapan penarikan dan penggunaannya telah diserahkan secara utuh ke Penyelidik Kejaksaan Negeri Sangatta dan oleh Penyelidik Kejaksaan Negeri Sangatta hanya diminta Sampel bukti penggunaannya,” ungkpanya.
BPK, sebut Hamzah seharusnya mengcross cek ke tim liquidasi agar audit investigasi tersebut fair tidak seperti apa yang dilakukan Kajari Sangatta yang hanya sepotong- sepotong dan tidak lengkap.
Selain itu, menguraikan penempatan dana PT KTE sebesar Rp 72 M di Bank IFI dijadikan bukti dalam perkara terpidana Anung Nugroho dan Appidian Triwahyudi. “Karena dirampas untuk Negara, tim likuidasi KTE tidak pernah bersentuhan dengan permasalahan Bank IFI,” sebut Hamzah.
Terhadap tanah Tarogong, diungkapkan diikat secara Perdata antara PT Wisma Mas dan PT KTE, disebutkan menjadi kewajiban tim liquidasi untuk menelusuri seluruh asat- asset PT KTE yang diikat secara Perdata. Hamzah meneybutkan, tim menemukan tanah yang kini menjadi SPBU dijaminkan PT Wisma Mas di Bank Panin, kemudian oleh PT Wisma Mas dipindah tangankan ke pihak lain.
Kepada tim penyelidik Kejari, Hamzah menyarankan agar meneliti dan membaca isi kontrak yang telah diserahkan. Terutama mempelajari lebih lanjut apakah benar terdapat aliran dana sebesar Rp 25 M terkait dengan penggunaan tanah Terogong.”Aneh, kalau tim Liquidasi termasuk Direksi PT KMEB yang telah berusaha sedemikian rupa untuk mengembalikan jaminan tersebut menjadi asset daerah malah dijadikan sasaran penyelidikan,” sebut Hamzah.(SK-02/SK-03/SK-10)