SANGATTA,Suara Kutim.com
Bupati Isran Noor sependapat adanya pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di daerah seperti dilontarkan KPK selama ini, bahkan sambil guyon ia menyebutkan jika perlu bisa berlokasi di Bengalon.
Saat menggelar jumpa pers, Rabu (31/12) siang di Gedung Serba Guna Pemkab Kutim, menyebutkan kehadiran KPK di daerah membantu lembaga hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan. “Sepanjang memberikan manfaat banyak bagi Negara tentu setuju sekali jika ada KPK di daerah,namun perlu kajian mendalam karena KPK merupakan lembaga ad hock,” kata Isran Noor.
Sejumlah penggiat LSM anti-korupsi menyampaikan uneg-uneg mereka seputar penanganan kasus korupsi di daerah. Sebagaian besar bernada sumbang. Sarah Lerry Mboei mengeluhkan seputar penanganan korupsi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sementara itu, Adnan Buyung Aziz, Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, mengemukakan beragam “permainan kotor’ sejumlah oknum aparat penegak hukum yang membuat penanganan kasus tidak jelas. Mulai dari bolak-baliknya berkas antara kepolisian dan kejaksaan, jual-beli penangguhan penahanan tersangka sampai aksi gratifikasi.
Beberapa waktu lalu, ICW sempat menggelontorkan wacana pembentukan perwakilan KPK di daerah. Dasar pemikirannya adalah karena faktanya jumlah korupsi di daerah lebih besar dibanding pusat. Data Independent Report Indonesia ICW 2007 mencatat, 60,6% aktor korupsi banyak terjadi di tingkat rendah. UU No. 30 Tahun 2002 membuka peluang terwujudnya pembentukan perwakilan KPK di daerah.
Sementara itu, Direktur Pengaduan Masyarakat KPK Handoyo Sudrajat mengatakan pembentukan perwakilan KPK di daerah sulit terwujud apabila kultur birokrasinya belum berubah. Menurutnya, birokrasi di daerah masih cenderung permisif terhadap perilaku koruptif. Sebagai contoh, adanya forum Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) yang didalamnya ada alokasi bantuan anggaran kepada institusi penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan. Pimpinan KPK di daerah bisa terkontaminasi atau bahkan terkooptasi kalau kulturnya seperti ini, ujarnya.
Anggota Komisi III Gayus Lumbuun berpendapat memang sudah semestinya KPK membentuk perwakilan di daerah. Pasalnya, fakta menunjukkan banyak kasus yang ditangani KPK berasal dari daerah. “Agar penanganan kasus korupsi di daerah berjalan efektif maka perlu ada koordinasi yang erat dengan instansi penegak hukum di daerah. Sekaligus dalam rangka memberikan akses yang luas kepada publik untuk berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi,” kata Gayus.(SK-02/SK-03)