SANGATTTA,Suara Kutim.com
Sengketa tanah yang ditimbulkan akibat pengakuan tanah adat atau tanah ulayat, yang terjadi di Kutim, menjadi perhatian berbagai pihak bahkan usulan yang diusung camat melalui perwakilannya Poniso Suryo Renggono kepada Pemkab Kutim, diharapkan bisa terealisasi.
Usulan untuk dapat mengatasi permasahan sengketa lahan yang melibatkan unsur adat di dalamnya, menurut Poniso, pemerintah mewajibkan kepada setiap kelompok tani yang ada di Kutim agar terdaftar di dinas dan instansi teknis terkait yang ada baik itu Dinas Pertanian, Badan Penyuluhan maupun Dinas Perkebunan.
Kelompok tani yang sudah terbentuk atau baru akan dibentuk, harus jelas mulai dari keanggotaan, lahan, hingga tanaman yang akan dibudidayakan. Hal ini mengingat potensi konflik ini ada di kelompok tani pada saat akan melakukan pembukaan lahan dan berbenturan dengan pihak perusahaan.
Disarankan, Pemkab wajib melakukan kajian secara akademis dan pengecekan lapangan, apakan memang ada potensi tanah adat atau ulayat di Kutim. Jika ada, maka lokasi tersebut harus dipetakan dan diisolasi agar tidak terusik oleh aktivitas perusahaan. Namun jika tidak ada maka harus dibuatkan Peraturan Daerah (Perda) dan disosialisasikan kepada seluruh masyarakat sehingga setiap ada investor yang ingin membuka lahan selalu berhadapan dengan masyarakat yang mengaku-ngaku memiliki tanah adat atau ulayat dilahan yang akan digarap.
Ia menambahkan, sesuai UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 keberadaan tanah adat atau tanah ulayat baru diakui jika memenuhi tiga unsur yakni masih ada atau bermukim penduduk adat asli daerah, kemudian ada lokasi adat dan terakhir adalah memang ada hukum atau aturan adat yang mengatur di daerah tersebut. “Jika ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi maka gugurlah pengakuan tanah adat tersebut,” sebut Poniso.(SK-03)