SUARAKUTIM.COM, SANGATTA – Setiap anak di tanah air Indonesia ini tentu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tanpa terkecuali, tidak ada pembeda antara anak yang normal dan anak yang berkebutuhan khusus (ABK). Karenanya, untuk mengakomodir semua hak semua anak apapun kondisinya, Dinas pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kutai Timur (Disdikbud Kutim) mulai tahun ini secara bertahap menyekolahkan tenaga guru, mulai dari tingkat SD (Sekolah Dasar) dan SMP (Sekolah Menengah Pertama) di Kutim, untuk program Stara 2 (S2) Inklusi.
Kepala Disdikbud Kutim, Mulyono menyebutkan jika berbicara terkait pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK), maka masyarakat lebih terfokus pada penyelenggaraan Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun yang patut diketahui, bahwa saat ini penanganan SLB merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi (Pemprov), sama seperti SMA (Sekolah Menengah Atas) dan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Sehingga tidak ada kewenangan pemerintah kabupaten untuk mengatur sistem di dalamnya.
Karenanya, pemerintah Kutim saat ini telah berupaya menyekolahkan sebanyak 197 orang tenaga guru dari SD dan SMP di Kutim untuk program S2 Inklusi di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Program S2 Iklusi ini akan dijalani selama satu tahun dan diharapkan nantinya para guru tersebut bisa menangani anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah negeri atau umum.
”Jadi klo bicara SLB (Sekolah Luar Biasa, red) itu kewenangannya ada di Provinsi, sama seperti SMA dan SMK. Tapi terkait penanganan anak berkebutuhan khusus, maka saat ini Pemkab Kutim telah berupaya berupaya menyekolahkan sebanyak 197 orang tenaga guru dari SD dan SMP di Kutim untuk program S2 Inklusi di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Program S2 Iklusi ini akan dijalani selama satu tahun dan diharapkan nantinya para guru-guru tersebut bisa menangani anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah negeri atau umum,” jelas Mulyono, Senin (25/11/2024).
Lanjutnya, langkah yang diambil Pemkab Kutim dengan menyekolahkan para guru untuk belajar S2 Inklusi ini, sebagai bentuk pehatian dan tidak ada upaya membedakan anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah negeri atau umum.
”Pastinya tidak ada pembeda antara anak normal dengan anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan. Kan tidak mungkin anak berkebutuhan khusus yang tinggal di Kecamatan Sandaran atau Kecamatan Busang harus dibawa ke Sangatta untuk bersekolah, tapi cukup sekolah di SD atau SMP Negeri yang ada di kecamatan masing-masing saja, karena guru-gurunya sudah dibekali program inklusi ini,” pungkas Mulyono.(Red-SK/Adv)