SANGATTA,Suara Kutim.com
Kepala Lembaga Adat Suku Dayak Kenyah dan Kayan di Muara Wahau, Kongbeng dan Telen , Jim Zainul Juq (75) menuding pembagian kebun plasma tidak adil. Namun, ia menyadari ketidakadilan datang dari dalam “intern” mereka sehingga ada oknum yang memiliki lebih kebun plasma. “Ada yang mendapatkan kebun plasma dalam satu KK lebih dua hektare, sedangkan lain yang menderita dan miskin patut menerima justru tidak mendapar,” kata Jim Zainul Juq belum lama ini kepada wartawan saat menjumpainya di Kongbeng.
Soal kebun plasma ini juga dikemukakannya dalam sosialisasi hubungan hukum adat dengan hukum positif yang digelar Badan Kesbangpol Kutim di Kongbeng, namun Jim Zainul Juq tidak menyebutkan lokasi plasma yang dianggapnya bermasalah. “Keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit malah kami tidak sejahtera, bahkan koperasi banyak dibentuk perusahaan dan tidak memberikan sepenuhnya hak kepada masyarakat untuk mengelola koperasi ini,” ungkapnya.
Terpisah Balan Lawai seorang tokoh masyarakat Miau Baru menyatakan warga banyak merasakan manfaat plasma yang dilakukan perusahaan. Balan yang pernah menjadi Kades Miu Baru, 2 periode mengaku kini ia merasakan manfaat ikut plasma diantaranya menerima Rp3 juta setiap panen. “Saya ngak ada keluar modal sedikitpun, semua diurus koperasi dan perusahaan sebagai penjamin setelah sawit berbuah dan dipanen, peserta plasma bisa mendapatkan keuntungan memang awalnya kecil namun seiring perkembangan sawit penerimaan juga bertambah banyak,” ungkap pria yang kerap ke Samarinda menggunakan pesawat udara.
Terpisah Kepala Dinas Perkebunan Akhmadi Baharuddin menerangkan pembagian lahan dilakukan masyarakat langsung melalui rapat desa yang diawali dengan pembentukan koperasi. “Koperasi itulah yang akan berkerjasama dengan perusahaan yang akan melepaskan areal usahanya untuk dijadikan kebun plasma, setelah ada kesepatakan antara koperasi dengan perusahaan pihak Disbun sebagai perwakilan pemkabn akan menerbitkan SK Calon Petani Pelasma,” ,” tegas Akhmadi.
Disebutkan Akhmadi, penentuan peserta plasma disebuah perushaan bukan Disbun tetapi masyarakat yang tergabung dalam koperasi. Pemerintah, diungkapkannya hanya sebagai fasilitator antara masyarakat dengan koperasi, perusahaan serta perbankan. “Jadi yang menjadi peserta itu warga masyarakat yang tergabung dalam koperasi, namun lebih utama bagi masyarakat di sekitar desa jika masih ada kelebihan lahan bisa dari luar sepanjang ada kesepakatan antara pengurus dan anggota koperasi, “ bebernya seraya menambahkan pada tahap awal ada masyarakat yang menolak menjadi peserta plasma namun setelah ada yang merasakan manfaatnya baru sadar.(SK-05)