SUARAKUTIM.COM, SANGATTA – Rencana pemerintah pusat yang akan melakukan pemangkasan anggaran Dana Transfer Daerah (TKD) secara besar-besaran mendapatkan kritik keras dari sejumlah pihak, salah satunya disuarakan oleh Ketua DPRD Kutai Timur, Jimmi. Bahkan menurut Jimmi, kebijakan pusat tersebut berpotensi menghambat program pembangunan yang telah disusun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Jimmi mengatakan bahwa pemotongan APBD nasional sebesar Rp 50,5 triliun, jika dibagi rata ke 500 kabupaten/kota, berarti setiap daerah hanya akan mengalami pengurangan sekitar Rp 100 miliar. Namun, jika ada daerah yang mengalami pemangkasan hingga triliunan rupiah, hal tersebut dianggap tidak masuk akal dan bisa sangat menghambat pembangunan.
“Nah itu kalau sampai (pemangkasan anggaran) triliunan, wah itu kita enggak bisa terima. Kami akan mendorong pemerintah daerah dan DPRD untuk meninjau kembali kebijakan ini dengan Dirjen Keuangan Daerah atau Kementerian Keuangan,” tegas Jimmi, Rabu (12/2/2025).
Jimmi juga mengingatkan bahwa pemangkasan anggaran secara drastis dapat berdampak besar terhadap visi dan misi kepala daerah terpilih. Program-program yang telah disusun dengan matang bisa terhambat karena keterbatasan dana.
“Masyarakat memilih pemimpin daerah dengan harapan program-program yang dijanjikan dapat terealisasi. Jika anggaran dipotong secara drastis, tentu akan sangat sulit untuk mencapai target pembangunan yang telah dirancang,” ujarnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai bahwa pemerintah pusat seharusnya melakukan kajian mendalam sebelum mengambil keputusan. Ia mengingatkan bahwa kebijakan pemangkasan anggaran harus dilakukan secara transparan dan tidak merugikan daerah.
“Prinsipnya, kami mengimbau agar pemerintah melakukan kajian mendalam terhadap kebijakan ini. Jika pemangkasan tetap dilakukan secara sepihak dan dalam jumlah besar, ini sama saja dengan menganulir keputusan DPRD dan pemerintah daerah yang telah menyusun anggaran dengan matang,” kata Jimmi.
Dirinya juga membandingkan situasi ini dengan kebijakan refocusing anggaran yang diterapkan saat pandemi COVID-19. Menurut Jimmi, refocusing saat pandemi bisa diterima karena situasi darurat, tetapi jika pemangkasan anggaran dilakukan tanpa alasan yang jelas, kebijakan tersebut perlu dikritisi.
“Jika memang harus ada pemangkasan, sebaiknya dilakukan dengan perencanaan yang matang dan diberlakukan mulai 2026. Dengan begitu, daerah memiliki waktu untuk menyesuaikan kebijakan dan program pembangunan yang telah dirancang,” imbuhnya.
Jimmi berharap agar pemerintah pusat tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan terkait pemangkasan TKD. Ia meminta pemerintah untuk berdialog dengan pemerintah daerah dan DPRD guna mencari solusi terbaik agar efisiensi anggaran tidak mengorbankan kepentingan masyarakat.
Dengan kondisi perekonomian yang masih dalam tahap pemulihan pasca-pandemi, kebijakan yang terlalu drastis bisa berdampak buruk bagi pembangunan daerah. Oleh karena itu, Jimmi menekankan pentingnya komunikasi yang lebih baik antara pemerintah pusat dan daerah agar setiap kebijakan yang diambil dapat berjalan dengan baik tanpa mengorbankan kesejahteraan rakyat.
Sebagaimana diketahui, rencana pemangkasan anggaran ini merupakan bagian dari instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan efisiensi dalam belanja negara. Target utama efisiensi diarahkan pada dua sumber utama, yakni TKD dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025 yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 3 Februari 2025, pemerintah pusat berencana mengurangi anggaran pada enam pos TKD dengan total efisiensi mencapai Rp 50,5 triliun.(*)